Bila melihat ke arah yang berbeda, mungkin sama saja dengan arah yang lainnya. Ya, begitulah kehidupan di perkotaan. Tak sedikit orang yang bernasib sama. Mereka menganggap jalanan adalah tempat mereka menggali kenikmatan dunia. Tak semua orang memiliki nasib yang sama di dunia ini. Ada yang merasa senang, sedih, takut, dan lain sebagainya. Namun pada dasarnya semua orang mengharapkan kehidupan yang layak dan nyaman. Meskipun di tempuh dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang mudah, sulit, dan bahkan sulit sekali. Mungkin tak semua orang berfikir untuk mendapatkan kesenangan dengan cara yang sewajarnya (HALAL).
Sebagian dari manusia rela menempuh bahagia dengan cara apapun. Banyak orang yang sukses sekarang ini. Entah itu seorang Insyinyur, pedagang, pengusaha, dan lain sebagainya. Namun pernahkah kita melihat disisi lain orang yang bekerja mati-matian namun mungkin jarang terfikir oleh kepala kita?
Penulis berfikir, mungkin pekerjaan-pekerjaan yang akan menjadi topik pembicaraan sering di pandang sebelah mata oleh kita yang tidak terlalu memperhatikan kehidupan di balik kehidupan kita sekarang ini. Pekerjaan-peketrjaaan tersebut antara lain : PSK(Pekerja Seks Komersial), PKL(Pedagang Kaki Lima), WARIA (Wanita Pria), dan masih banyak lagi.
Kali ini saya akan membicarakan satu profesi saja, yakni : PKL( Pedagang Kaki Lima). Sekarang ini banyak sekali orang-orang yang bekerja sebagai pedagang kaki lima. Itu banyak terdapat di pinggir-pinggir jalan. Pedagang kaki lima ini sendiri terdiri dari pedagang yang terorganisir dan tidak terorganisir. Kalau pedagang yang terorganisir tidak masalah, namun bagaiman dengan yang tidak terorganisir ?
Berdasarka observasi yang kami lakukan di sepanjang jalan malioboro, Yogyakarta, tepatnya di area dekat pasar Bringharjo, ternyata di sana banyak sekali PKL2 tidak terorganisir yang berkeliaran. Mereka dengan senang hati menjual barang-barang dagangan mereka. “Kalau pedagang-pedagang di sini semuanya belum terorganisir, semuanya masih liar” ungkap Bp.Rahman seorang pedagang es dawet di area tersbut. Memang perilaku yang demikian merupakan perilaku yang melaggar keamanan lalu lintas perjalanan. Namun di sisi lain juga pedagang-pedagang tersebut jangan terlalu dipermasalahkan. Mereka juga bekerja untuk menghidupi keluarganya. Mungkin itu merupakan jalan yang menurut mereka paling baik. Seperti ungkapan Bp.Rahman yang kurang lebih selama 14 tahun menyandang profesi sebagai pedagang es dawet keliling “ saya bekerja keras untuk menghidupi keluarga saya, kalau bekerja yang gajinya sekali sebulan, keluarga saya mau makan apa ? makanya alhamdulillah walaupun sehari rata-rata mendapat penghasilan 30 ribu saya tetap bersyukur, karna saya ingin menyekolahkan anak saya supaya nantinya tidak seperti saya” kata bapak dua orang anak tersebut. Meskipun telah seringkali ditemukan oleh Satpol PP namun seorang berhati mulia ini tetap melanjutkan profesinya demi menggapai tujuannya. Kadang saat razia terjadi ia harus rela kehilangan termos esnya yang di ambil oleh Satpol PP “ yaah,, daripada disuruh sidang, ngeluarin denda yang gak sedikit, mending di ikhlasin aja dan beli yang baru, toh harga termos gak nyampe harga sidang” ungkapnya. Sungguh menyedihkan sekali menyaksikan kejadian seperti itu. Dengan penghasilan yang jika sepi tidak mendapakan modal kembali harus rela bersusah payah demi menghidupi diri dan keluarganya. “untuk bergabung di PKL yang terorganisir pun prosedurnya susah sekali. Jadi saya harus tetap berusaha bekerja walau dalam keadaan tertekan seperti ini” jelasnya. Maka dari itu semoga pemerintah lebih memperhatikan orang-orang seperti peristiwa Bp. Rahman. Seperti harapannya yaitu “ Semoga pedagang di sini jangan di usir-usir walaupun hanya pedagang kaki lima, karena kan ini kebutuhan untuk keluarga”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H