Mohon tunggu...
melly indri saputri
melly indri saputri Mohon Tunggu... -

mahasiswa UIN SUNAN KALIJAGA Yogyakarta. jurusan ilmu komunikasi. angkatan 2014

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tengok Arti "Mahasiswa"

3 Januari 2015   17:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:54 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Berangkat dari realitas dan relevansi disekitar saya tentang apa sebenarnya hakikat menjadi mahasiswa?. Mahasiswa yang dijadikan sebagai jembatan antara rakyat dan pemerintahan, mahasiswa yang dijadikan sebagai kaum elite berpendidikan yang diyakini sebagai  orang-orang yang mampu mengubah tatanan dan struktur kenegaraan dan mahasiswa yang dijadikan sebagai garda  atau garis terdepan sebagi pionir-pionir agen of change dan agen of socialcontrol .

Namun saat ini, paradigma yang ada dimahasiswa sekarang dianggap sebagai oknum-oknum yang merusak tatanan sociocultural mengapa dikatakan demikian?, mahasiswa dianggap sebagai oknum yang sudah megalami demoralisasi dan disorganisasi, dimata masyarakat sekarang mahasiswa hanya sekelompok orang-orang yang hanya bertindak tidak memiliki akal, perusak aktivitas, dan lebih mirisnya lagi mahasiswa dianggap sebagai bocah kemarin sore yang baru menyuarakan haknya pada hari ini.

Padahal mereka masyarakat awam yang salah menilai apa yang dilakukan oleh para mahasiswa. Mahasiswa turun aksi dan demo dijlanan karena ingin memperjuangkan hak rakyat yang sebenarnya sudah dilanggar dan tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Contoh kecilnya saja tragedi 13 november 2014 di Makassar tepatnya di Universitas Negeri Makassar (UNM), para mahasiswa turun aksi di jalanan untuk penolakan kenaikan harga BBM namun hasilnya berujung bentrok antara mahasiswa dan aparat kepolisian karena kesalah pahaman. Aparat kepolisian dengan seenaknya bersikap arogan dan merusak fasilitas yang ada di universitas tersebut. Para mahasiswa mengecam dengan keras tindakan aparat kepolisian yang telah merenggut kedaulatan akademik, melecehkan otonomi kampus dengan membubarkan perkuliahan serta merusak fasilitas kampus. Tindakan tersebut adalah tindakan primitif dan mencederai almamater yang kampus tersebut banggakan.

Setelah adanya kejadian tersebut, masihkah masyarakat sekarang di ” nina bobokan” oleh kemajuan IPTEK yang progressnya sungguh luar biasa menutup mata akan perjuangan kami sebagai mahasiswa yang turun secara sukarela tanpa mengharap bayaran. Karena mahasiswa tahu sadar-sesadarnya mengerti dan paham apa yang mereka lakukan itu demi kebaikan masyarakat di negeri kita tercinta ini indonesia.

Seharusnya masyarakat mengerti dan tidak menutup mata terhadap realita saat ini sistem pemerintahan kita mulai tidak jelas adanya dan itu mutlak adanya apabila  kita secara sadar menyimak dan mengikuti perkembangannya. Mahasiswa hanya ingin mengafirmasikan bahwa tindakan yang mereka lakukan memang benar.

Saya mengecam omongan orang-orang yang mengatakan mahasiswa sudah mengalami immoral atau penurunan moral, melainkan dipandangan saya immoral itu terjadi pada kalangan yang tidak mengerti akan apa yang terjadi di negara kita saat ini. Selalu menutup mulut untuk berpendapat dan mengiyakan segala sesuatu diluar dari perasaan mereka. Menganggap dirinya dialektis namun masih memiliki sifat yang apatis.

Pada tahun 1998 para mahasiswa turun dan bertindak secara langsung untuk melengserkan era orde baru. Karena mahasiswa tahu dan mengerti bahwasannya pemerintahan yang dijalankan oleh Soeharto salah dan tidak sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Tapi, pada saat itu masyrakat dan mahasiswa bersatu untuk memperjuangkan hak mereka. Para masyarakat dulu turun ke jalan bersama mahasiswa, memberikan nasi bungkus kepada mahasiswa yang kelelahan dalam demonstrasinya. Tapi, jika dibandingkan dengan sekarang hal tersebut sudah hilang. Masyrakat sekarang akan anarkis apabila aktivitas mereka terhambat dan parahnya lagi masyarakat akan menggunakan ototnya apabila dagangan mereka tidak terjual habis karena aksi demonstrasi mahasiswa yang menghalangi rezeki mereka. Masyarakat sudah hilang kendali terhadap pemenuhan ekonomi mereka. Padahal jika dilogikan apabila masyarakat mau bersatu dan mendukung mahasiswa maka hidup mereka  bukan hanya mengais uang semata untuk alasan kebutuhan primer yang harus mereka penuhi.

Baik secara langsung maupun tidak langsung mahasiswa sedikit demi sedikit menghilangkan budaya kompulsi, budaya kompulsi itu merupakan budaya yang melakukan pemaksaan terhadap seseorang atau sekelompok orang kita analogikan sebagai rakyat kita atau bangsa kita ini yang dipaksa agar taat dan patuh terhadap norma-norma yang berlaku. Jadi, walaupun kita tahu hal tersebut salah dan melenceng dari hak dan kewajiban kita, kita tetap taat dan melaksanakannya seperti yang terjadi pada era orde baru masa pemerintahan Soeharto dimana hak bicara dan mengeluarkan pendapat itu tidak dilegalkan padahal kita bangsa indonesia membutuhkan legetimasi tersebut. Dan disinilah peran mahasiswa sebagai oknum-oknum yang sadar terhadap hal-hal tersebut. Tanpa mahasiswa tidak akan terjadi reformasi apalagi revolusi di  indonesia bangsa indonesia akan tetap tunduk dan bungkam terhadap penindasan yang ada.

Mahasiswa sebenarnya hanya menginginkan sebuah pervasi baik kepada masyarakat, aparatur negara, bahkan kalau bisa  melewati ambang batasnya pemerintahan negara juga ikut dalam pervasi. Dimana mahasiswa menginginkan penanaman norma yang sebenarnya secara berulang-ulang agar timbulnya kesadaran untuk bergerak melakukan perubahan.

Peran mahasiswa bagi bangsa dan negara ini bukan hanya duduk di kursi dan mendengarkan dosen berbicara, akan tetapi mahasiswa juga mempunyai perubahan untuk bangsa indonesia, peran tersebut adalah sebagai generasi penerus yang melanjutkan dan menyampaikan nilai-nilai kebaikanpada suatu kaum yaitu bangsa dan negara indonesia kita ini, sebagai generasi pengganti yang menggantikan kaum yang sudah rusak moral dan perilakunya, dan juga sebagai generasi yang melakukan pembeharuan memperbaiki kerusakan dan penyimpagan negatif yang ada di bangsa dan negara kita ini.

Peran ini senantiasa harus terus terjaga dan terpartri didalam dada mahasiswa Indonesia baik yang ada didalam negeri maupun mahasiswa yang sedang belajar diluar negeri. Apabila peran ini bisa dijadikan sebagai sebuah pegangan bagi seluruh mahasiswa Indonesia, “ruh perubahan” itu tetap akan bisa terus bersemayam dalam diri seluruh mahasiswa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun