Senikmat apa pun hidangan di atas meja itu, selalu yang dicarinya adalah secangkir ocha dingin, setelah santapan di ujung akhir.
Hijau bening, tawar, tanpa rasa, adalah ketika lelaki itu mulai menyeruputnya seteguk demi seteguk.
Abai dengan suasana riuh rendah di sekitarnya, ia mulai menatap Melli tanpa intensitas berarti.
Santai.
Santai? Melli tak percaya.
Laki-laki itu mengancam dengan ketukan-ketukan jari di cangkir ocha-nya.
Ocha semakin terperangkap dalam kebekuan.
Melli menanti tekanan pertama pada pemantiknya. Benar perkiraannya, pria itu mulai menyerang dengan kata-kata yang penuh percikan api.
Yang tak sepenuhnya dipahaminya, karena yang cuma dimengerti Melli hanyalah bahasa sorot matanya.
Ah, ya, pria itu meradang.
Menuduh kadar cinta Melli.