Dubes Malaysia Berkunjung Ke Redaksi Rakyat Merdeka
Kalau Saya Ditelepon Kasus TKI, Pusing ...
Hubungan Indonesia-Malaysia sering panas dingin. Ibarat orang demam, kadang perlu obat penurun panas. Tetapi, itulah pernak pernik hidup bertetangga. Kadang akrab, kadang bertengkar.
Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Yang Mulia Dato Syed Munshe Afdzaruddin, kemarin, berkunjung ke redaksi Rakyat Merdeka. Pandangannya sebagai duta besar sungguh terbuka dan bisa jadi pelajaran menarik. Diplomat karir yang pernah bertugas di Iran dan Perancis ini juga terlihat egaliter, tidak terlalu formal dan humoris. Sehingga obrolannya mengalir lancar diselingi tawa lepas.
Yang Mulia Dato Syed membawa cukup banyak staf kedutaan. Dia rupanya serius membuka diri kepada media massa. “Saya senang sekali bisa berkunjung ke kantor Rakyat Merdeka. Banyak sekali staf saya yang mau ikut. Makanya kami datang berombongan kesini,” ujar Dubes yang ditemani sembilan stafnya. Mereka adalah Minister Councellor Abdul Aziz Bin Nik Yahya, Attache (Religious Section) Abdul Aziz Bin Jusoh, Councellor (Economic) Syahril Syazli Bin Ghazali, Councellor (Political) Nasrul Harris Bin Abdul Halim, Councellor (Imigration) Mohd Fauzi Bin Abdullah, Attache (Labour) Tengku Kamazeri Bin Tengku Ismail, Director (MARA) Abdul Hadi Bin Ibrahim, Second Secretary (Bilateral Relation and Regional Cooperation) Riaz Bin Abdul Razak, Second Secretary (Tourism) Norlizah Jahaya.
“Nah, kalau hubungan diplomat Malaysia dan pers Indonesia baik dan akrab, itu sangat indah. Dengan begitu, banyak masalah yang bisa kita selesaikan bersama,” ujarnya sambil tersenyum.
Dia menyebut ada tiga tugas penting yang jadi prioritas pekerjaannya. Yaitu, meningkatkan hubungan kedua negara di bidang politik, ekonomi dan people to people contact.
Dubes sangat bersemangat saat menceritakan tentang investasi. Baginya, target terpenting menjalankan tugas adalah membawa investasi ke negaranya dan sebaliknya. Tugas seperti itu sangat menantang dan sangat berpengaruh bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dia menyebut, ada sejumlah pengusaha Indonesia yang sudah membuka usaha di negaranya. Antara lain, produk kecantikan dan restoran. Pemerintah Malaysia, kata dia, sangat senang mengundang lebih banyak lagi pengusaha Indonesia untuk berinvestasi.
Dia juga salut dengan bagitu banyaknya orang Malaysia yang kini berbelanja ke Bandung. Per hari 700-an orang Malaysia datang dan shopping. Ini adalah contoh people to people contact yang mengalir begitu saja.
“Bila ada yang bagus dari Indonesia, silakan masuk ke Malaysia. Kita terbuka. Begitu juga sebaliknya, sehingga hubungan kedua negara saling menguntungkan dan mempunyai nilai tambah. Alangkah indahnya jika Malaysia dan Indonesia hidup sejahtera serta berdampingan,” katanya.
Dubes menggambarkan kedekatan Malaysia-Indonesia saat ini tak sekedar omongan. Misalnya, saat ini sudah banyak orang Malaysia yang menikah dengan orang Indonesia. Lalu di negaranya ada Kampung Kerinci, yang warganya semua berasal dari daerah Kerinci di Sumatera.
Satu hal yang menarik, dia mengingatkan agar kedua bangsa tidak bertengkar hanya karena masalah remeh-temeh. Misalnya, ribut-ribut soal sebutan Indon, dan seterusnya. “Dengan membicarakan itu, apa nilai tambah yang didapat rakyat? Tidak ada kan,” kata dia.
Menurutnya, rakyat Malaysia yang menyebut “Indon” justru tidak bermaksud merendahkan. Bahkan, mayoritas orang Malaysia mungkin tidak berpikir sampai sesensitif itu. Dia kadang merasa heran, bukankah orang Indonesia juga senang menyingkat kata-kata yang panjang. “Seperti misalnya capres, cawapres, dan seterusnya. Nah, kata-kata Indonesia yang terlalu panjang itu kalau disingkat, kenapa marah,” kata dia. Apalagi, ujarnya, kata-kata itu bukan lahir dari pemerintah, tetapi bahasa publik saja.
Apabila kata-kata itu menyinggung, “Lalu kami harus memanggil apa dong? Indo? Tapi saat orang Indonesia menyebut kami ‘Malingsia’, warga kami tidak marah kok. Mereka cuma bilang, terserah kau sajalah,” kata Dubes sambil tertawa.
Soal TKI dan perbatasan, dengan jujur dan terbuka, dia juga meminta agar hubungan kedua negara sebaiknya tidak disibukkan dengan dua isu itu saja. Sebagai dubes, dia menginginkan hal yang lebih menantang yang dapat meningkatkan kesejahteraan kedua negara. Misalnya, yang jauh lebih penting diurusi adalah menggenjot kerja sama di bidang pariwisata, perdagangan, kebudayaan dan pendidikan yang bisa menguntungkan kedua negara.
“Wah kalau saya hanya ditelepon atau di-SMS wartawan untuk kasus TKI atau masalah perbatasan, pusing. Lebih baik saya no comment saja. Masa saya harus memberikan konfirmasi berapa orang TKI yang tewas. Tidak perlu adanya konfirmasi-konfirmasian ke pihak manapun terkait tindakan apa yang akan dilakukan. Sebab, konfirmasi itu tidak akan bisa memperbaiki masalah yang ada,” katanya. Dubes menyatakan dia bersikap sangat terbuka dan siap dihubungi kapan saja. Bahkan, nomor kontak pribadinya dicantumkan lengkap pada kartu namanya.
“Bila ada yang ditanyakan, silakan kirim SMS, tapi jangan soal TKI dan soal perbatasan saja ya,” pinta Pak Dubes.
Lebih lanjut Fadzaruddin mengatakan, pelajar Malaysia juga banyak yang kuliah di Indonesia. Begitu pula sebaliknya, banyak pelajar Indonesia yang studi di negaranya. “Ada 6.000 mahasiswa Malaysia yang studi di Indonesia setiap tahun. Mereka tersebar di 17 provinsi. Jadi sampai sekarang negara kami masih belajar dari Indonesia lho,” katanya.
Pada kesempatan itu, Dubes Fadzaruddin juga mengaku sangat tersanjung dengan cara Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menyambut kedatangan Panglima ATM (Angkatan Tentera Malaysia) Jenderal Tan Sri Dato’ Sri Zulkifeli bin Mohd Zin. Menurut dia, ini adalah gambaran sangat baiknya hubungan Indonesia-Malaysia. “Beliau disambut dengan upacara kebesaran militer. Saya pikir itu merupakan sebuah gambaran hubungan antara Malaysia dengan Indonesia yang kondusif,” katanya.
Begitulah rupanya Malaysia menggambarkan kehidupan bertetangga dengan Indonesia. Andai saja kedua negara memiliki pandangan dan pola pikir yang sejalan terus seperti itu, tentu di masa depan, kita tak akan butuh lagi obat penurun panas. Dimuat di Rakyat Merdeka 8 Juli 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H