Mohon tunggu...
AyooNulis
AyooNulis Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis.... menyuarakan suara tak terdengar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Derita ini

22 November 2024   18:25 Diperbarui: 22 November 2024   18:55 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kau ukirkan sebaris pesan pada daun,

Ketika senja mulai menangis dalam dekapan awan.

Serangkai aksara yang terus mengalir dalam darahku,

Yang menebarkan kepedihan raut emosional.

Meski kemudian, siur angin membawa pergi.

Hujan pun ta peduli hingga merobek-robek tiada sisanya.

bayangan ragaku basih, 

memikis tiada henti.

Walau kemudian sang lealitis menenggelamkan senyuman kebalik tanah basah, hingga goresan mengasa bait-bait pena derita masih tetap kokoh.

Ribuan kali menahan derita ini, darah mendidih memberontak menahan amukan koloni,

Serangkai makna hidup untuk juang dari api kesengsaraan.

Menggumpalkan sebaris hasrat pada jinga

Dimana bintang penuh biru puti melambai diujung cakrawala

Memijarkan kemilau nan indah, nyambut mentari, 

Sudahlah hari Sudah membaik.

Karya Melkias butu 

Jumat, 22 Nov 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun