Mohon tunggu...
Meliya Indri
Meliya Indri Mohon Tunggu... Guru - Innallaha ma'ana

Semoga kita bisa berteman..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sebuah Refleksi di Hari Anak Nasional

23 Juli 2015   19:04 Diperbarui: 23 Juli 2015   19:04 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Anak bebas memilih kegiatan yang dilakukan asal paham dan taat kesepakatan sebelum bermain. Ketika bermain anak harus mau berberbagi, gantian, menggunakan tangan dengan baik, menyayangi teman, dan sabar menunggu teman. Foto: @MeliyaIndri"][/caption]

Make your influence positive

Malam kedua Ramadan kemarin, saya berkesempatan salat tarawih di sebuah mushola perumahan, tempat teman saya tinggal. Setelah salat isya' ada kejadian yang menarik perhatian saya. Seorang anak laki-laki, saya kisar seusia anak SD kelas 2 atau 3 sedang menangis. Kemudian sang ibu, memberitahu anaknya supaya tidak cengeng dengan cara mencubit dan beberapa kali memukul wajahnya. Alasan anak tersebut menangis sepele, karena tempat duduknya/ tempat salatnya ditempati oleh temannya.

Sebelumnya, Anak tersebut menghampiri ibunya di barisan saf perempuan, sambil menangis. Sang Ibu menyuruh anaknya supaya tidak cengeng dan menyuruhnya kembali ke barisan laki-laki dengan cara berbicara langsung bahwa jadi anak laki-laki jangan cengeng, tetapi anak tersebut masih menangis dan sang ibu malah menggunakan tangan (mara tangan) untuk membuat anaknya diam. Kejadian mara tangan tersebut disaksikan oleh adik perempuan dan anak-anak lain yang ikut salat di sana.

Kalau semua orang tua seperti ini, bagaimana bisa tidak marak kekerasan? Untuk membuat anak kita menjadi pribadi pemberani, haruskah dengan cara kekerasan? Entah itu kekerasan fisik, psikis, ataupun lisan, anak-anak tidak berhak menerima itu semua. Saya yakin maksud sang ibu baik, pasti baik, akan tetapi secara tidak sadar, apa yang orang tua lakukan kadang justru sesuatu yang buruk bagi mereka. Yang pertama mereka akan meniru kalimat-kalimat negatif yang dilakukan oleh ibu, yang kedua mereka akan meniru sikap kekerasan fisik yang dilakukan oleh ibu. Bukan hanya tontonan televisi yang mempengaruhi perilaku anak kita.

Anak-anak adalah pribadi yang unik dan fitrahnya pastilah baik. Mereka yang dilahirkan di bumi membawa sifat yang baik. Anak-anak adalah peniru ulung. Mereka belajar apa yang mereka lihat, dengar, dan apa yang orang dewasa di sekitar lakukan. Beranjak dewasa, lingkunganlah yang membentuk mereka. Dari mulai yang terdekat yaitu orang tua, kemudian dari orang-orang di sekitar, mereka belajar. Anak-anak adalah peniru ulung. Mereka belajar apa yang mereka lihat, dengar, dan apa yang orang dewasa di sekitar lakukan. Jika sebagai orang tua (orang terdekat) memperlakukan mereka secara buruk dan negatif, bagaimana mereka bisa bertumbuh secara positif?

Ada sebuah video yang secara pribadi menginspirasi saya. Cukup membuka mata dan semoga lain kesempatan sebagai orang tua, kita bisa memberi teladan yang baik untuk anak-anak. https://www.youtube.com/watch?v=5JrtpCM4yMM

Selamat hari anak nasional. Semoga kelak, anak-anak kita menerima yang terbaik.

Salam ^^

@MeliyaIndri

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun