Mohon tunggu...
Humaniora

Hari Perpisahan...

25 Oktober 2016   13:26 Diperbarui: 25 Oktober 2016   13:30 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sudah lupa kiranya hari apa itu, semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing dan entah kenapa rasanya hari itu sangat berat untuk menjalankan aktivitas seperti biasanya. tepat kelas 5 sd saya waktu itu. isyarat apa yang di beri Tuhan pada waktu itu memang belum terungkap, mengapa saat itu semua keluarga bangun dengan tergesah-gesah karena semuanya kesiangan. entah memberi arti bahwa seharusnya semua orang untuk tidak pergi dari rumah karena ada yang ingin pergi? saya tidak tahu.

Saya memutuskan untuk tetap berangkat ke sekolah karena jarak dari rumah ke sekolah tidak terlalu jauh walaupun akhirnya telat. tetapi tidak dengan kakak-kakak saya, karena untuk sampai ke sekolahnya membutuhkan waktu 30 sampi 40 menit. hari itu seperti selayaknya murid sd yang sangat merasa bebas saat sudah bersama teman-teman di sekolah. bel istirahat pun berbunyi yang artinya semua murid keluar dari ruangan yang penuh dengan tulisan-tulisan di papan tulis, jadwal pelajaran dan jadwal piket yang terpasang di dinding.

Ternyata rasa bebas itu berhenti seketika setelah bel masuk berbunyi dan semua murid masuk kelas. tiba-tiba ada seorang ibu-ibu menghampiri guru yang sedang ingin memulai pelajaran selanjutnya..

“Assalamuallaikum.. (sambil mengetuk pintu)”

“Waallaikumsalam.. nyari siapa ibu? (guru bertanya sembari menghampiri ibunya)”

“Saya mau panggil melisa bu (sembari berbisik entah apa yang selanjutnya dibicarakan)”

“Melisa, boleh ambil tas nya terus pulang ya nak ikut sama ibu ini”

Ibu yang di maksud guru tadi ialah ibu Evi tetangga rumah yang memang sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Entah apa yang dipikirkan saya saat itu, semua pertayaan muncul. Kenapa disuruh pulang sedangkan pelajaran belum berakhir? Kenapa sampai harus dijemput karena biasanya saya pulang sendiri dengan teman-teman?... pertanyaan tadi tidak semuanya saya tanyakan mengingat ibu Evi hanya menggenggam tangan saya sembari berjalan menuju rumah, dan yang hanya saya tanyakan adalah…

“Ada apa emang bu?”

“Ikut pulang dulu aja ya teh (sebutan saya saat dirumah)”

Dengan begitu saya makin penasaran sebenernya apa yang terjadi? Sempat terlitas dipikiran apa mamah masuk rumah sakit lagi? Mengingat mamah yang sedang sakit parah saat itu. Atau ada apa? Entah apa yang saya pikirkan saat itu. Kurang lebih 6 sampai 10 meter lagi sampai rumah saya melihat kerumunan orang yang tidak biasanya ada di rumah, bahkan saya melihat kakek saya saat itu dengan masih menggunakan seragam PNS nya menangis. Jujur saat itu saya tidak merasakan apa-apa sedih pun tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun