Kesetaraan dan keadilan dalam hukum Islam
       Ketika membahas keadilan dan kesetaraan (masalah gender) dalam Hukum Islam, kita tidak bisa lepas dari tuntunan Al-Quran dan Hadits yang merupakan sumber utama Hukum Islam. Hal ini harus kita pelajari dengan cermat dan cermat agar tidak hilang dalam penjelasan keadilan dan persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam realitas kehidupan sehari-hari menurut hukum Islam. Memang untuk memahami konsep keadilan dan kesetaraan antara kedua jenis kelamin diperlukan pemahaman yang benar, mengingat dalam kehidupan nyata sehari-hari, banyak kenyataan yang menunjukkan bahwa konsep tersebut belum atau bahkan tidak tercapai. Hal ini harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ajaran agama Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits yang diriwayatkan secara akurat oleh narator. Faktanya, jika berbicara tentang keadilan dan kesetaraan gender, kita sering melihat bahwa dalam realitas masyarakat Islam, terdapat hadis yang diceritakan oleh para pendongeng yang belum dapat dipastikan kebenarannya.
        Hendaknya setiap umat Islam haruslah memahami Hukum Islam. Dikarenakan aktivitas kehidupan sehari-hari umat Islam tidak terlepas dari urusan hukum Islam. Baik dalam beribadah kepada Allah SWT maupun dalam menjaga hubungan sosial antar manusia (muamalah). Hal ini termasuk hubungan egaliter gender antara laki-laki dan perempuan di tengah kehidupan masyarakat. Namun permasalahannya adalah masih banyak umat Islam yang tidak memahami, atau bahkan tidak memahami sama sekali hukum Islam terkait kesetaraan gender. Sehingga banyak aktivitas sehari-hari mereka yang terkait dengan keadilan dan kesetaraan gender tidak terlaksana dengan baik, konsisten atau bahkan bertentangan dengan hukum Islam.
       Hakikat keadilan dan kesetaraan gender tidak lepas dari konteks sosial pemahaman peran dan posisi laki-laki dan perempuan dalam realitas sosialnya. Masyarakat belum memahami bahwa gender merupakan konstruksi budaya yang berkaitan dengan peran, fungsi dan tanggung jawab sosial laki-laki dan perempuan. Kondisi seperti ini menimbulkan kesenjangan peran dan tanggung jawab sosial sehingga menimbulkan diskriminasi terhadap laki-laki dan perempuan. Sebagai perbandingan saja, diskriminasi terhadap perempuan kurang menguntungkan dibandingkan terhadap laki-laki. Faktor utama yang melatarbelakangi kesenjangan gender adalah nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang seringkali lebih memihak pada laki-laki dibandingkan perempuan (budaya patriarki).
       Selain itu, penjelasan ajaran agama yang kurang komprehensif atau cenderung dipahami berdasarkan teks per teks dan kurang memahami realitas, cenderung dipahami lebih terfragmentasi dan kurang komprehensif. Sementara itu, kemampuan dan kemauan perempuan untuk mengubah keadaannya belum terwujud dalam kenyataan. Kesetaraan gender merupakan kondisi yang setara bagi laki-laki dan perempuan untuk mempunyai kesempatan dan hak yang sama sebagai manusia. Sehingga mereka dapat meningkatkan perannya dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan. Dengan adanya kesetaraan gender, berarti tidak ada standarisasi peran beban ganda dan kekerasan terhadap perempuan dan laki-laki. Penghapusan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki merupakan tanda tercapainya kesetaraan dan keadilan gender, sehingga mereka mempunyai akses, kesempatan untuk berpartisipasi dan mengendalikan pembangunan dan mendapat manfaat yang setara dan wajar dari pembangunan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H