Mohon tunggu...
Melinda Rahmawati
Melinda Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Traveling

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tanggung Jawab Ayah Memberi Nafkah Anak Pasca Perceraian Oleh Mochamad Arif Sholeh Hidayat

3 Juni 2024   09:00 Diperbarui: 3 Juni 2024   09:04 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

3. Menurut mazhab Hanbali, anak yang seagama bapaknya harus dipelihara. Meski demikian, Dzumhur menjelaskan perbedaan agama bukan menjadi penghalang dalam menafkahi anak. Kebanyakan ahli hukum sepakat bahwa tunjangan anak ditentukan oleh tingkat kecukupan roti, suplemen, minuman, pakaian, dan tempat tinggal yang sesuai dengan kondisi ayah.  

4.Sebab Wajib Memberi Nafkah

1. Berdasarkan perkawinan, isteri yang telah menikah  berhak mendapat nafkah dari suaminya 

2. Berdasarkan garis keturunan, ayah wajib menafkahi keturunannya. Kedua orang tua wajib menafkahi anak jika anak dalam hal ini  masih kecil dan miskin, atau jika anak sudah dewasa tetapi tidak bekerja keras dan miskin. Begitu pula  sebaliknya, anak wajib menafkahi orang tuanya bila ia sudah tidak sanggup lagi bekerja atau mempunyai harta benda. 

 3. Berdasarkan kekayaannya, pemilik budak wajib memberinya makan dan pakaian, merawatnya, dan tidak membebaninya melebihi batas kemampuannya.

5.Batas Usia Pemberian Nafkah Anak

     Tunjangan anak mengacu pada pengeluaran yang harus dibayar seorang ayah untuk makanan, pakaian, tempat tinggal, dan pendidikan untuk anak-anaknya. Baik menikah atau bercerai,  orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anaknya. Kompilasi Al-Qur'an, Hadits, hukum, dan hukum Islam menyatakan bahwa ayah bertanggung jawab membesarkan anak, sehingga meskipun mantan istrinya atau ibu dari anak tersebut tidak kaya, dia tetaplah ayah. Adalah wajar untuk berdiam diri dan tidak melakukan apa pun serta melepaskan tanggung jawab. Namun berbeda jika sang ayah sebenarnya memiliki cacat fisik seperti sakit atau cacat. 

      Menurut Imam Hanafi dan Maliki, sistem pemeliharaan anak berakhir pada saat anak mencapai kedewasaan dan kesehatan, namun bagi anak perempuan, sampai menikah dan diganggu oleh suaminya, dan menurut Imam Syafi'i, bagi anak laki-laki Bagi anak perempuan, menurut Imam Hanbali, apabila anak tersebut tidak mempunyai harta dan pekerjaan, maka nafkah anak menjadi tanggungan bapaknya, sedangkan bagi anak perempuan sampai datangnya haid. 

Menurut mayoritas ulama di atas, balik hanya digunakan sebagai batasan tunjangan anak dan tidak membatasi tunjangan anak secara ketat berdasarkan usia anak. Kewajiban ayah dalam mencari nafkah diatur dalam hukum perkawinan dan selanjutnya diperketat dengan kompilasi hukum Islam. 

Menurut UU Perkawinan, Pasal 45(1) dan (2) mengatur bahwa setiap orang tua wajib memberikan pengasuhan dan pendidikan yang sebaik-baiknya kepada anaknya.Tanggung jawab orang tua kemudian berlaku sampai anak tersebut menikah  atau menjadi mandiri. Kewajiban ini tetap ada meskipun perkawinan antara  orang tua putus. 

      Demikian pula Pasal 156A Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang tanggung jawab hukum terhadap ayah apabila terjadi perceraian, antara lain segala hadiah, hadiah, dan nafkah harus diberikan sesuai dengan kesanggupan ayah. Termasuk tanggung jawab. Setidaknya sampai anak-anak tumbuh besar dan bisa mengurus dirinya sendiri (21 tahun). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun