Pernyataan bahwa Indonesia adalah negara sejahtera dan makmur karena sumber daya alamnya yang luar biasa, tampaknya bertentangan dengan kenyataan pahit yang dihadapi sebagian rakyat. Jika memang kekayaan alam tersebut dikelola dengan baik, seharusnya tidak ada lagi cerita tentang kelaparan, kekurangan gizi, dan akses yang tidak memadai terhadap kebutuhan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.
Seperti misalnya, potret hukum dan keadilan di Indonesia merugikan negara antara 271T hingga 300T pada bidang tambang dan timah.
Lantas, di mana letak permasalahannya? Apakah pernyataan Indonesia kaya sumber daya alam keliru? Atau, ada yang salah dalam pengelolaannya?
Jawabannya mungkin terletak pada dua hal:
Pertama, pengelolaan sumber daya alam yang belum optimal. Kekayaan alam Indonesia seringkali dieksploitasi demi keuntungan segelintir orang, tanpa memperhatikan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Korupsi, kolusi, dan nepotisme juga menjadi faktor yang menghambat pemerataan manfaat dari sumber daya alam tersebut.
Kedua, kesenjangan sosial yang masih lebar. Keuntungan dari eksploitasi sumber daya alam tidak didistribusikan secara merata. Kalangan elit dan penguasa menikmati kekayaan, sementara rakyat biasa tertinggal jauh di belakang. Hal ini menciptakan kesenjangan yang akut dan memicu berbagai permasalahan sosial, termasuk kriminalitas.
Fakta bahwa Indonesia masih termasuk negara dengan tingkat kriminalitas yang tinggi, menunjukkan bahwa pemerintah belum berhasil dalam mengelola ekonomi negara dengan baik. Ketimpangan ekonomi yang parah menjadi salah satu faktor utama pemicu kriminalitas.
Melihat situasi ini, sudah saatnya kita, sebagai rakyat Indonesia, bersatu dan menyuarakan tuntutan keadilan. Kita harus berani mengkritik sistem yang tidak berhasil dan mendorong perubahan ke arah yang lebih baik.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala ala berfirman dalam QS An-Nisa ayat 13:
"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H