Mohon tunggu...
Meliana Ayu
Meliana Ayu Mohon Tunggu... -

Bisa jadi , dia tidak benar-benar meninggalkanmu !

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hidup Ini Seperti Cuaca

31 Januari 2012   16:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:13 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak pernah menyangka dan tak percaya, kita bisa bersama menjalin sebuah hubungan yang manis. Kamu sosok pria yang kukenal pendiam justru memikatku begitu dalam. Harus berapa kali hati ini berdegup tak karuan ketika bertemu denganmu, kakiku serasa lemas melihat tatapanmu yang begitu dalam dan aku seolah kehilangan akal ketika senyummu megisyaratkan tanda tanya.

***

Berawal dari kesamaan hobi kita yaitu mendengarkan musik. Dengan malu-malu, kita mulai percakapan intens kita soal musik. Yah, semua orang pasti punya apresiasi musik yang berbeda. Bukan berarti genre itu jelek atau sebaliknya. Namanya juga selera. Nelly Furtado, Linkin Park, Sabrina, Melee, 311 dan masih banyak lagi. Dia mengenalkan banyak sekali dunia tentang musik yang beberapa diantaranya aku belum pernah dengar dan mulai saat itu aku mulai menyukainya.

***

Sebulan, dua bulan, tiga bulan rasa ini memuncak. Jika boleh saja berkata jujur, aku tidak ingin jauh-jauh darinya. Sehari saja tak ada kabar darinya, aku memutar otak bagaimana caranya biar bisa menghubungimu. Hal mengesankan itu ketika aku setia melihat handphoneku berdering dan kuingin itu pesan singkat darimu. Sederhana, tapi bukankah ketika orang jatuh cinta hal-hal kecil justru memberikan dampak besar bagi perilaku kita. Dia tidak pernah terlambat untuk mampir di dalam pikiranku. Dia peran utama yang selalu hadir dalam setiap mimpiku.

***

Sampai akhirnya aku tertarik untuk menganalisis dan mencari tahu siapa dia. Pria bertubuh tinggi dengan lesung pipit yang memperlihatkan sisi manis dari wajahnya. Sebenarnya dia punya banyak teman tetapi sikapnya yang cenderung tertutup membuatku susah sekali memahaminya. Dari sananya, kuakui dia pendiam dan sering kali kesulitan membuka pembicaraan atau bisa jadi alergi pada segala bentuk interaksi sosial. Yang namanya kosakata gombal tidak pernah eksis di kamusnya tapi bersamanya membuatku merasa aman dan rasa aman itu adalah segalanya bagiku. Bertolak belakang dengan sifatku yang lebih suka terbuka, supel, selengean, rame dan gak mau kalah sama petasan tahun baru. Tapi ya ini aku, dan tetap menjadi aku dan kamu akan tetap menjadi kamu. Kita adalah dua orang manusia yang berbeda bukan. Bayangkan bagaimana kita akhirnya bisa menjalin pacaran. Sering kali pertanyaan ini terbesit dipikiranku. Tapi aku tahu, jauh didalam lubuk hatinya dia menyayangiku. Menyayangiku dengan caranya sendiri.

***

Kalau boleh jujur, aku ingin sedikit kehangatan dan sedikit percakapan serius di tengah aktivitas yang seharusnya punya potensi untuk menjadi momen romantis ini walau dalam candamu. Namun aku tahu kamu bukan orang seperti itu dan tidak ada gunanya berharap terlalu banyak.

***

Detik-detik sebelum kamu memutuskan hubungan kita, kamu pernah tahu rasanya rinduku yang merindukan sosokmu yang dulu. Kamu menjadi orang yang berbeda tidak seperti yang aku kenal pertama kali kita bertemu. Aku mencoba mencari tahu akhir jalanku bersamamu. Apa yang terjadi sebenarnya denganmu, kesalahan apa yang telah ku perbuat hingga kamu tak sudi untuk mengetahui keadaanku lagi. Tapi aku masih saja terus mencarimu dan mencarimu. Hingga jenuh mulai terasa kemudian menyerah.

***

Kamu mengajarkanku tentang ketulusan. Cara memahami perbedaan dan menjadi perempuan kuat seperti sekarang ini. Aku rasa, aku sudah melakukan hal terbaik demi hubungan kita yang nyatanya tidak mudah aku perjuangkan dan akhirnya sampai pada titik terendah, aku sangat lelah kemudian melepasmu…

***

Saat memejamkan mata, aku membayangkan surga bahagia saat dicintaimu dan mencintaimu. Semuanya terasa begitu indah, terasa sempurna. Seperti cerita cinta sepanjang masa dan aku bersyukur takdir membuatku jatuh cinta padamu.

***

Namun semakin lama mata ini terpejam, air mata malah jatuh perlahan-lahan. Aku menangis, kini teringat setiap perih yang ditorehkan kediamanmu di hatiku. Tak sekali dua kali aku mencoba melakukan pembenaran, menciptakan alasan bahwa kau mungkin tidak bersungguh-sungguh melukaiku dan meninggalkanku. Kau bahkan tak mencoba membela dirimu. Kau menundukkan kepala, seolah membisu.

***

Dan kini lihat, aku menertawakan diriku sendiri. Betapa ironisnya hidup ini, sayangku. Kau yang selalu bisa membuatku tertawa justru yang paling bisa membuatku menangis.

***

Hidup ini seperti cuaca. Hari ini bisa hujan besok bisa cerah. Tapi kamu tidak akan pernah punya hujan selamanya, atau kemarau selamanya. Kita butuh pahit dan manis secara bersamaan, itulah bentuk keseimbangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun