Mohon tunggu...
Meliana Chasanah
Meliana Chasanah Mohon Tunggu... Penulis - Islamic Writer

Far Eastern Muslimah

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Konflik Rusia-Ukraina Mempengaruhi Krisis Pangan di Indonesia

9 Maret 2022   09:00 Diperbarui: 9 Maret 2022   09:09 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pict: isubogor.pikiran-rakyat.com

Betapa mirisnya jika kita mengingat potensi kekayaan alam Indonesia yang begitu membentang. Sebagai negara yang dikelilingi banyak gunung aktif, karakter tanah di Indonesia sangat subur. Namun, alasan kondisi cuaca dan iklim di Indonesia ditengarai menjadi faktor penghalang bagi tumbuhnya gandum di negeri ini. Dengan alasan inilah, impor gandum dinilai sebagai kebijakan paling logis dan realistis untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri, utamanya industri.

Impor pangan memang isu sensitif karena berkaitan dengan bahan makanan pokok. Gandum, jagung, beras, kedelai, dan sejenisnya adalah komoditas pangan yang paling banyak diperdagangkan di dunia serta memiliki nilai yang sangat strategis.

Mantan Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger pernah melontarkan idenya yang terkenal perihal pangan sebagai alat strategis bagi keamanan nasional AS, yaitu, "Siapa mengontrol suplai pangan berarti mengontrol suatu bangsa."

Pengelolaan pangan adalah indikator dasar untuk mengukur kemampuan dasar penguasa dalam mengelola perekonomian dan kebutuhan dasar warganya. Tidak ayal, isu kemandirian dan swasembada pangan selalu menjadi topik yang menarik. Sebab, ketika negara tidak mampu berdikari dalam persoalan pangan maka nasibnya akan terkatung-terkatung. Negara bergantung impor, APBN tekor, ekonomi rakyat makin ndlosor.

Ketergantungan terhadap impor pangan yang masif akan berisiko bagi masa depan pangan Indonesia. Peningkatan harga pangan akan berdampak pada turunnya daya beli masyarakat. Ketika daya beli masyarakat turun, kemiskinan, kelaparan, hingga stunting akan membayangi Indonesia.

Mungkinkah Indonesia bisa bebas impor? Mungkin saja. Asalkan negara benar-benar memiliki political will terhadap swasembada pangan. Mau sampai kapan hidup kita harus bergantung pada pangan negara lain? Kemandirian pangan mestinya menjadi agenda prioritas pemerintah dalam melakukan swasembada pangan. Bukan malah jor-joran dengan proyek IKN yang mubazir.

Jurus andalan pemerintah dalam menstabilkan harga pangan selalu mengandalkan impor. Alhasil, cara instan ini membuat Indonesia tidak bisa mandiri pangan. Swasembada pangan ibarat  pepesan kosong yang tidak bermakna. Sebab, negara belum ada kemauan untuk bersusah payah dalam mengurus rakyat negeri ini. Inilah pentingnya mengubah paradigma pengurusan rakyat.

Kapitalisme memandang pengelolaan pangan dan pertanian hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi, bukan jaminan pemenuhan pangan. Akibatnya, ukuran keberhasilan pembangunan pertanian  menggunakan standar pertumbuhan ekonomi dan peningkatan PDB saja, tidak memperhatikan bagaimana pemenuhan pangan per individu.

Menurut pengamat kebijakan publik, Emilda Tanjung, tata kelola pertanian dan pangan kita telah salah arah. Ia mengatakan peran negara sebatas regulator dan fasilitator. Meski produksi pangan berlimpah dan berkonstribusi pada peningkatan PDB, menurut Emilda, hal itu tidak ada korelasinya dengan perbaikan pemenuhan pangan rskyat sebagai kebutuhan yang asasi.

Oleh karenanya, perlu ada perubahan menyeluruh dengan mengganti konsep kapitalisme yang menjadikan negara gagal mewujudkan kemandirian pangan.

Ketahanan pangan adalah salah satu pilar ketahanan negara. Ketahanan pangan hanya bisa terwujud jika negara mandiri dalam memenuhi pangan dalam negeri. Dalam Islam, kemandirian dan ketahanan pangan adalah hal mutlak yang harus diwujudkan. Oleh karena itu, negara akan melakukan berbagai upaya agar pangan dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan pokok rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun