Oleh: Meliana Chasanah
Tahun baru merupakan salah satu momen untuk membuka lembaran baru dengan semangat baru. Berupaya untuk lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya dan berharap tidak ada lagi penyesalan. Harapan untuk lebih baik itu tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk segala hal yang ada di sekitar kita.
Sayang beribu sayang, harapan sering kali memudar seiring dengan kondisi yang kurang atau bahkan tidak mendukung. Apakah perihal kaum muslimin yang belum terlalu memahami pandangan Islam terkait hukum syara atau sikap penguasa yang semakin apatis dan lengah terhadap kondisi rakyat yang makin memprihatinkan.
Mengutip berita dari kompas[dot]com, 26/12/2021, disebutkan bahwa daftar harga kebutuhan pokok naik menjelang tahun 2022. Adapun sejumlah item kebutuhan pokok yang disebutkan mengalami kenaikan harga dalam berita tersebut diantaranya gula pasir, minyak goreng, kedelai, tepung terigu, daging, telur, cabe, dan bawang.
Harga minyak goreng di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara pun dikeluhkan oleh warga. Pedagang dan pembeli mengeluh terhadap harga minyak yang masih melonjak tinggi saat Natal dan tahun baru. Hal tersebut tentu menjadi masalah di masyarakat, pasalnya melonjaknya harga bahan pokok, termasuk minyak goreng terjadi setiap pergantian tahun, seolah menjadi tradisi. (suarasulsel[dot]id, 26 Desember 2021).
Memang, momen tahun baru ataupun momen-momen yang lainnya selalu dijadikan sebagai ajang kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Tidak hanya kenaikan secara berlahan, bahkan diantaranya kenaikan harga kebutuhan pokok melonjak drastis, menukik tajam, dan mengancam masyarakat. Permasalahannya pun beragam, mulai dari mahalnya biaya pertanian dan peternakan, sampai menipisnya barang yang dibutuhkan. Tergantung kepada penawaran, permintaan, dan harga pasar yang gelombangnya pun tak menentu.
Tiadanya kestabilan harga, menjadikan masyarakat kian sulit memenuhi kebutuhan pokoknya yang harus selalu dipenuhi. Makin tingginya harga-harga kebutuhan pokok, tentu makin sulit bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sementara, sumber pendapatan stagnan atau justru lebih sedikit, bahkan tak menentu.
Alhasil, tidak heran jika dari tahun ke tahun, setiap kali pergantian tahun, problemnya sama, yaitu meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok. Akibatnya, makin sulit mendapatkan kebutuhan pokok dan memenuhi kebutuhan keluarga. Kalau pun bisa, kapasitasnya berkurang.
Selama kita hidup dalam sistem aturan yang tak mementingkan nasib dan kebutuhan rakyat, maka selama itu pula kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok untuk bertahan hidup. Jelas, kita membutuhkan sebuah tata aturan yang memudahkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan pokok yang memang menjadi sebuah keharusan.
Kapitalisme yang notabenenya lebih menguntungkan kaum borjuis dan kapitalis tidak akan mampu membawa umat kepada kesejahteraan, dan juga tidak akan mampu membawa bangsa yang kaya akan sumber daya alam ini pada swasembada pangan. Selalu bergantung kepada negara lain untuk memenuhi kebutuhan dan tidak tuntas dalam pengelolaannya.