Oleh : Meliana Chasanah
Sebuah lembaga riset asal Amerika Serikat, Aiddata mengungkapkan utang Indonesia yang tersembunyi, bahkan melampaui yang tercatat secara resmi. Bila hal ini dibiarkan, akan dipastikan negara akan hancur, berujung dengan tergadaikannya seluruh aset negara. Rakyat semakin menderita kerena utang yang semakin menggila.
Berdasarkan hasil riset berjudul "Bangking on the Belt and Road: Insights from a new global database of 13.427 Chinese Development Projects", Aiddata menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari 25 negara penerima utang tersembunyi terbesar dari Cina. (Gelora.co, 19/10/2021)
Indonesia menjadi salah satu negara terbesar di antara negara-negara Asia Tenggara yang memiliki utang tersembunyi dari Cina. Padahal, peminjaman utang sebesar itu merupakan bagian dari strategi Cina untuk merealisasikan keinginannya mewujudkna jalur sutra baru dikenal Belt and Road Initiative (BRI)
Apabila sudah mengalami kondisi semacam ini, memang sulit untuk terhindar dari ketergantungan terhadap utang. Publik harus mengetahui bahwa dana yang diterima Indonesia dari Cina melalui skema ODA (Official Development Assistance) mencapai US$ 4,42 miliar. Yang diterima melalui skema OOF (Other Official Flows) lebih besar lagi, yaitu US$ 29,96 miliar.
Jika semua ditotalkan, utang yang tersembunyi yang disalurkan oleh Cina ke Indonesia pada periode 2000 -- 2017 mencapai US$ 34,38 miliar atau setara dengan Rp 488,9 triliun. Jumlah ini hampir 18% dari total belanja APBN 2021 yang mencapai jumlah Rp 2.750 triliun.
Utang yang diberikan Cina ada yang tersembunyi dan tidak tercatat di lembaga pemerintahan, karena disalurkan lewat perusahaan negara (BUMN). Diketahui ada sejumlah mega proyek infrastruktur negeri ini yang didanai oleh Cina. Dimulai dari membuat bendungan hingga kereta api cepat Jakarta -- Bandung yang didanai dari utang yang tersembunyi.
Seperti halnya pembangunan Waduk Jatigede di Jawa Barat didanai dari CEXIM -- Cina sebesar US$ 215,62 juta. Ada pun Tol Medan --Kualanamu sepanjang 61,8 km dibiayai juga oleh CEXIM -- Cina sebesar US$ 122,43 juta. Kemudian kereta cepat Jakarta -- Bandung dibiayai sebesar US$ 5,573 miliar. Tentunya dengan jumlah dana seperti itu tidak diberikan secara cuma-cuma. Ada harga yang harus dibayar untuk melunasi semua pinjaman itu.
Cina dengan sengaja memberikan uang dengan jumlah sedemikian besar demi taktik tertentu. Melihat nominal utang yang tertumpuk dan tersembunyi begitu besar sungguh mengerikan. Begitu pula dengan utang resmi yang tercatat pada lembaga pemerintah. Membayar utang pokoknya saja sebesar Rp 400 triliun, bunganya Rp 370 triliun, total menjadi Rp 770 triliun dalam satu tahun.
Cina banyak menuai kritikan dari sejumlah ekonom berbagai negara di dunia terkait utang yang membebani banyak negara. Namun, mereka tak menghentikan langkahnya untuk terus meminjamkan utang melalui program BRI. Lembaga keuangan Cina telah menyediakan lebih dari US$ 440 miliar dalam pendanaan proyek BRI.