Eeee ... eeee ... eeee ... suara tangisan seorang anak terdengar dari balik pintu kelas. Tak lama kemudian, seorang anak laki-laki berbaju kaos toska, jumsuit coklat, dan sepatu toska keluar dari kelas. Wajahnya penuh dengan air mata. Matanya celingukan mencari sesuatu."Loh, kok enggak masuk, Dek?" tanya seorang wanita berusia 30 tahunan yang mendekati anak itu.
"Koko enggak mau sekolah. Ibu harus ikut bersama Koko di kelas," ucap anak itu sambil menangis.
Sebenarnya Koko senang sekali bersekolah. Malah, dia sendiri yang memilih sepatu dan tas sekolahnya. Jauh sebelum sekolah, peralatan sekolah Koko telah disiapkan.
"Ko, ayo masuk lagi, ya. Kan ada Adit. Koko biasa main sama Adit, 'kan?" bujuk ibunya.
Adit adalah teman di sebelah rumah Koko. Mereka biasa bermain bersama. Koko tidak takut bermain ke rumah Adit dan Adit pun begitu. Namun, pagi ini Koko tidak menyapa Adit.
Saat ibu Koko membujuk Koko agar masuk ke kelas, seorang wanita dengan usia yang sama seperti ibunya Koko menghampiri. Dia menggandeng seorang anak laki-laki. Anak itu tersenyum.
"Adit, ajak Koko masuk, ya, Nak. Itu Bundanya sedang mengeluarkan banyak mainan," ucap wanita yang ternyata ibunya Adit. Adit menggandeng tangan Koko, tetapi tangan itu langsung dilepaskan Koko dan dia mendekap tubuh ibunya.
"Yuk sama Tante saja, nanti duduk di sebelah Adit, ya." Kali ini ibunya Adit yang ikut menggandeng tangan Koko. Namun, usaha untuk memasuki kelas gagal. Koko masih menggelayuti tubuh ibunya sambil terua mengeluarkan air mata.
Setelah beberapa menit Koko menangis, ibunya pun mengajaknya untuk masuk ke kelas kembali. Kali ini ibunya ikutan masuk dan berdiri di belakang kelas. Koko duduk di kursinya bersebelahan dengan Adit dan seorang anak perempuan.
"Ini mainanmu!" ucap bocah perempuan itu sambil menyerahkan mainan edukasi yang terbuat dari kayu. Koko tidak menyenggol mainan itu. Dia hanya duduk dan memperhatikan anak-anak yang lain. Beberapa anak terlihat sangat antusias memainkan mainan itu.
"Ko, ini 'kan Lala. Yuk main sama Lala," ucap ibunya Koko menghampiri meja anaknya. Ternyata, anak perempuan berambut hitam lurus dengan kepang dua, berbaju pink dengan kerah berenda, dan bersepatu pink itu adalah teman di rumahnya. Koko tahu itu, tetapi rasa takut masih dirasakannya.