Begitulah adanya saya menjelang kenaikan kelas 3. Saya memiliki teman yang mau diajak berdiskusi, kerja kelompok, dan main bareng. Saya melihat cara teman belajar dan mencobanya dengan diri saya sendiri. Nyatanya, saya tidak pernah menyukai cara yang mereka lakukan.
Menjelang ujian, hampir seluruh siswa menggunakan sistem SKS. Saya pun mencoba melakukannya, tetapi  saya terbebani dengan hal itu. Meskipun saya sudah membagi waktu belajar, sistem SKS tidak akan mampu memenuhi banyaknya hapalan atau materi yang akan dipelajari.
Keresahan dan ketakutan akan ketidakmampuan diri tidak mampu membendung banyaknya hapalan. Akhirnya membuat saya menemukan cara yang lebih efektif dari SKS.
Untuk siswa yang jago dalam sistem SKS, mereka akan sangat mengelu-elukan sistem ini. Katanya, dengan sistem ini materi lebih mudah melekat di otak.
Berbeda dengan saya, sistem ini membuat otak saya mendadak penuh dan saya merasa bingung harus memulai hapalan/membaca dari mana.
Karena tidak menginginkan hal itu berlanjut, akhirnya saya putuskan berhenti menggunakan sistem SKS. Saya menggantinya dengan sistem Baca, Tandai, Catat, Baca (BTCB).
Teknis Sistem BTCB
Dengan sistem ini, pertama saya akan memulainya jauh sebelum ujian berlangsung. Proses itu akan dimulai terhadap pelajaran yang paling banyak materinya. Biasanya 3 bulan sebelum ujian, buku catatan sudah mulai disiapkan dan ditumpuk di dekat tempat tidur.
Kedua, bacalah sekilas materi yang ada sebelum tidur. Ketiga, siapkan stabilo berwarna-warni dan memberi tanda pada materi yang dianggap penting. Bahkan bila perlu, saya buat gambar khusus agar mata saya mudah mengingat di mana letak materi itu.
Keempat, setelah saya rasa 3 materi sudah ditandai, maka saya mulai mencatat rangkuman dari apa yang telah saya baca dan tandai tadi dalam sebuah catatan kecil.
Catatan ini akan saya baca kembali ketika bangun tidur, setelah salat subuh. Bahkan catatan ini akan saya bawa sampai ujian dimulai sebagai bahan bacaan, bukan contekan.