Mohon tunggu...
Meliana Aryuni
Meliana Aryuni Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Mampir ke blog saya melianaaryuni.web.id atau https://melianaaryuni.wordpress.com dengan label 'Pribadi untuk Semua' 🤗

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Show atau Tell Gayamu Membuat Cerpen?

14 November 2022   16:41 Diperbarui: 14 November 2022   16:42 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tampilan menarik dengan pengambilan angle yang pas akan membuat sebuah foto terlihat menarik. Namun, ada kalanya dengan deskripsi yang tepat, tanpa melihat pun air liur kita sering terasa asam karenanya. Ini banyak dirasakan ketika kita membaca sebuah cerpen atau novel kuliner, yang merupakan efek yang dihasilkan oleh cerpenis yang andal.

Bukan hanya cerpen, saya pernah membaca sebuah novel anak yang berjudul Bukan Donat Biasa. Awalnya saya sempat garuk-garuk kepala, lalu membayangkan donat yang dibuat oleh tokoh cerita, yaitu sebuah donat. Entahlah, saat membaca novel itu, saya membayangkan memakan donat dengan cara si tokoh. Akhirnya, si Penulis berhasil membawa saya membuat donat dan mencobanya.

Saya yakin Cerpenis atau novelis yang menyajikan karya sastra seperti itu sangat paham sekali dengan apa yang ingin disampaikan. Oleh karena itulah, sajian yang mereka berikan kepada pembaca dapat dengan detail diberikan. Jadi, wajar saja jika para pembaca tergiur untuk memakan, membuat, atau membeli makanan yang diceritakan.

Tak jarang juga saya menemukan cerpen yang hanya menyebutkan tanpa mengajak pembaca larut dalam cerita kulinernya. Gaya tell yang digunakan cerpenis menjadikan pembaca lupa objek yang diceritakan. Berbeda dengan cerpenis yang show dalam penceritaan. Dampak show inilah yang membuat para pembaca ikut terjun ke dalam cerita.

Dalam sebuah cerpen, kadang kala menampilkan ilustrasi makanan. Warna yang menarik sebagai tampilannya membuat pembaca tertarik dan merasakan apa yang ada di depannya. Padahal kenyataannya, itu hanyalah ilustrasi. Kadangkala pembaca akan menyamakan ilustrasi makanan dengan deskripsi yang ceritakan. Bila tidak sesuai, maka banyak komentar yang akan diberikan.

Makanan bisa menjadi ide dalam membuat sebuah cerpen atau novel, seperti novel pertama saya yang berjudul Camilan oh Camilan. Saat menulis novel itu, saya dapat dengan mudah menuliskan camilan yang dimaksud. Camilan yang saya pilih tentu saja yang saya pahami.

Tak ada yang salah dari gaya penceritaan cerpenis-cerpenis kita. Semua gaya benar dan semua cerpen ada pembacanya masing-masing. Ketika sebuah cerpen itu dibuat dengan gaya tell, yang to do point dinikmati oleh tipe pembaca yang 'tidak peduli', maka itu akan mengena saja. Namun, akan berbeda dampaknya jika yang membaca adalah tipe pembaca yang mau digambarkan dengan menggunakan semua panca indera.

Menjadi cerpenis apa pun, tetaplah menjadi diri sendiri. Kita akan merasa lebih melelahkan jika mengikuti gaya orang lain. Yakinlah, bahwa apapun yang kita tulis dalam sebuah cerpen adalah bentuk pemahaman dan pemikiran kita terhadap sesuatu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun