"Halah, zaman sekarang mana ada tuyul, Bu!" tepis lelaki yang merupakan suamiku yang paling manis di dunia ini.
"Loh, Bapak enggak percaya. Bu Deni kemarin cerita uangnya hilang di lemari. Lalu, uwak Lela, yang biasa bantu-bantu masak di pernikahan juga kehilangan uang seratus ribu di setiap gepokan uang. Padahal uang itu akan digunakan untuk belanja bahan masakan di pernikahannya Wulan. Aduh, Pak. Kita mesti hati-hati kalau nyimpan uang, Pak." ucapku mengingatkan.
Bukannya membuat suamiku takut dan ikut berkomentar panjang, eh ... dia malah tertawa terbahak-bahak. Seketika suasana yang tadinya membuat bulu kudukku berdiri berubah menjadi kesal. Aku kesal, suamiku menganggap aku hanya mengada-ada cerita.
Baiklah, kuubah raut wajahku. Kuberikan muka cemberut dan mata melotot kepadanya. Lelaki itu memang pandai membuatku kesal.
"Bukan begitu, Bu," lelaki itu menghentikan tawanya.
"Bapak tahu perkara gaib itu memang ada. Soal si botak kecil, sebelumnya Bapak juga sudah mendengarnya dari pak Firman. Namun, kalau kita menyimpan uang dengan membaca bismillah, semua itu tidak akan terjadi," lanjut lelaki itu kembali.
Kesal di wajahku tidak bisa ditutupi dan sepertinya kerutan di wajahku kian bertambah setelah berbicara dengannya. Suamiku memang tipe yang selalu mengutamakan logika dibandingkan perkataan orang yang tidak jelas kebenarannya. Ya, dia lebih dari pesulap merah, yang menjadi musuhnya para dukun sedunia. Bedanya, lelaki ini hanya punya satu musuh, yaitu aku.
"Sttt ... jangan-jangan memang ada tuyul berbaju yang ambil, Bu," bisiknya tepat di telingaku sambil tersenyum tipis. Aku mendengus dan segera memalingkan wajahku. Bisa-bisanya dia berkata seperti itu dan seolah-olah menertawakan semua yang kuucapkan.
"Lagian, kita enggak perlu takut, Bu. Tuyulnya enggak mau nyuri di rumah ini. Toh, rumah di sini enggak ada uang banyak. Ibu tenang aja deh. Insya Allah kita aman!" ucap lelaki itu disertai wajah cengegesannya. Kesal dengan sikapnya itu, aku buru-buru pergi menuju dapur. Meladeni lelaki itu membuatku tambah kesal saja. Aku harus berlari sebelum debat kusir di antara kami terjadi.
"Kalau udah kejadian, baru percaya," gerutuku.