Keadaan saat berbuka dan sahur di rumah saya sangat berbeda. Jika di saat buka selalu diramaikan dengan suara riuh bahkan terkesan berisik, maka sahur di rumah saya tampak sepi dan hening. Dalam keseharian kami, perbedaan itu tampak mencolok sekali. Semua unek dan celoteh anak-anak berkumpul saat berbuka sampai menjelang tidur malam. Salah satu celotehan mereka seperti berikut ini.
"Kenapa ya, Mi, kalau buka puasa itu semangat banget, tapi pas sahur males banget?" tanya anak kedua saya.
Seperti biasa, saya tidak langsung menjawab pertanyaan mereka. Saya ingin mereka ikut memikirkan jawabannya karena sebenarnya jawaban itu ada pada diri mereka sendiri.
"Sekarang Ummi yang nanya. Menurut Mbak dan Mas apa sih yang buat semangat berbuka?"
"Makanannya, Mi. 'Kan selama seharian kita enggak makan, terus ketemu makanan. Wah, jadi lahap makannya!" jawab si Mas.
"Nah, seperti itu juga gambaran  orang yang seharinya belum tentu bertemu makanan. Ketika mereka bertemu makanan, mereka merasa bersyukur sekali dan berusaha untuk menghabiskan makanannya. Puasa mengajarkan kita untuk memahami dan mengajak kita untuk bersyukur atas nikmat Allah," jelas saya panjang lebar.
"Lalu, kenapa Mas suka malas bangun sahur?"
"Karena Mas masih ngantuk," jawabnya.
Ternyata betul kan, anak-anak bisa menjawab pertanyaannya tadi. Saya hanya mengarahkan dan membuka pikiran mereka agar memahami pertanyaan tersebut.
"Betul, waktu sahur itu adalah waktu yang paling enak untuk tidur. Kadang kita sedang asyik-asyiknya bermimpi, eh disuruh bangun. Namun, sahur itu disunnahkan oleh nabi Muhammad saw. Dengan bersahur, kita akan memiliki persediaan kalori sehingga sewaktu berpuasa kita masih tetap beraktivitas sampai azan magrib," ucap saya.
"Sesungguhnya makan sahur adalah barokah yang Allah berikan pada kalian maka janganlah kalian tinggalkan." (HR An Nasaa`i dan Ahmad)
Alhamdulillah, hari ini kita sudah menjalankan puasa yang ke-16. Sampai hari ini kedua anak saya tidak banyak mengeluh saat berpuasa. Saat tidak bisa sahur pun karena kesiangan mereka tidak mengeluh lapar atau haus. Berikut kisah ketika kami kesiangan bangun sahur.
Pada ramadan yang ke-4, entah mengapa seluruh rumah sangat nyenyak tidur. Saya pada hari itu sudah bangun dan sudah menanak nasi. Namun, tidur sebentar di depan TV. Tanpa diduga, saya terbangun dan waktu sudah menunjukkan pukul 04.30. Bergegas saja saya membangunkan suami dan anak. Anak sulung saya yang masih 8 tahun sempat makan, sedangkan yang kedua belum makan sama sekali.
Sebenarnya saya yang ketar-ketir melihat dia berpuasa. Namun, saya lihat kondisi tubuhnya normal seperti hari biasa. Mainnya pun masih full energi. Saya yang  mengira dia tidak akan tahan untuk melanjutkan puasa. Namun, kenyataannya tidak begitu. Dari subuh sampai sore dia tidak mengeluh lapar atau haus.
"Mas bisa puasa full," katanya setelah berbuka.
"Ya, itu kalau sehari. Coba kalau Mas lakukan berhari-hari, maka yang ada adalah lemas. Dalam Islam semua bentuk ibadah ada aturannya, Mas. Puasa pun ada aturannya. Aturan-aturan itu memberikan kemanfaatan untuk kita. Jadi, ikuti aja, insya Allah kita tidak akan dirugikan karena menjalankan aturan tersebut," jelas saya.
Penjelasan sudah, mencontohkan cara berpuasa dengan aturan-aturannya sudah saya lakukan, dan anak-anak melihatnya langsung. Mereka tinggal mengamalkan semuanya. Meskipun pasti akan ada kendala dalam pelaksanaanya, saya pikir itu wajar. Ya, karena mereka masih belajar. Proses yang akan menentukan pelaksanaan sebenarnya ketika mereka baligh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H