masa jabatan presiden. Seperti aksi-aksi biasanya, saya yakin akan ada kericuhan pada aksi politik kali ini. Ternyata prediksi saya benar.
Berita akan diadakannya aksi besar-besaran pada 11 Maret 2022 oleh BEM seluruh Indonesia telah saya dengar malam kemarin. Ternyata, seluruh stasiun TV menampilkan berita yang sama. Seperti di pagi hari sebelum aksi ini berlangsung, Trans TV menyiarkan berita persiapan menuju aksi. Mulai dari persiapan pasukan keamanan TNI, Polri, juga keterlibatan aparat dinas perhubungan di sana. Sampai persiapan untuk menutup jalan menuju Patung Kuda.Siangnya, berita yang sama tayang di Buletin News Siang GTV. Aksi mulai terlihat jelas bahwa ada beberapa poin yang diminta oleh mahasiswa, terutama penolakan perpanjanganAksi demontrasi besar-besaran kali ini terkesan anarkis, brutal. Sebab, saya melihat akibat yang diperoleh karenanya. Ade Armando, yang merupakan dosen UI pun ikut kena imbasnya keanarkisan demonstrans.
Kali ini, saya ingin mengulas bukan dari isi tuntutan para mahasiswa demonstrans, tetapi lebih pada sikap mereka dalam aksi. Tentu kita masih ingat bahwa negara ini negara demontrasi. Artinya, kita bebas berpendapat dan bersuara, tetapi dengan mengikuti aturan yang ada.
Sikap untuk menyampaikan pendapat ini tentu saja kita tahu ada pada sila keempat Pancasila dan pasal 28 dan  Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat". Jadi, mengeluarkan pendapat adalah hak warga negara Indonesia di mana pun berada.
Begitu pun dengan aksi 11 April ini. Aksi ini adalah bentuk kebebasan berpendapat para mahasiswa. Aksi ini adalah  bukan aksi pertama yang terjadi di negeri ini. Banyak aksi besar-besaran lainnya. Di antara aksi-aksi tersebut, banyak juga aksi damai.
Pada aksi damai, para demonstrans dengan leluasa menyatakan pendapat dan ditanggapi dengan bijak oleh aparat terkait. Hal tersebut tidak menimbulkan kericuhan. Artinya, suatu aksi sangat bisa dilakukan tanpa melibatkan kekerasan seperti pemukulan atau semprotan gas air mata.
Seorang demonstrans yang baik adalah demonstrans yang mampu menyampaikan aspirasinya dengan cara yang baik pula. Kecuali, memang ada kesengajaan dari pihak tertentu yang memicu para demonstrans untuk bersikap anarkis.
Pemukulan secara membabi buta pada seseorang dalam aksi demonstrasi merupakan tindakan yang tidak seharusnya terjadi. Apalagi tanpa diiringi alasan kuat untuk melakukannya. Toh, mereka bukan penjahat. Penjahat kelas kakap pun tidak sampai diperlakukan seperti itu saat dihukum.
Agar tidak terjadi keanarkisan dalam beraksi, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, pelajari tujuan aksi. Jangan sampai kita ikut-ikutan turun ke jalan tanpa tahu maksudnya. Seperti kerbau dicocok hidungnya dan itu bukan tindakan yang cerdas.
Kedua, berusahalah mencapai kemufakatan dengan pertimbangan kemaslahatan bersama, bukan karena kepentingan suatu kelompok.
Ketiga, berhati-hati dengan orang di dalam aksi karena terkadang akan menimbulkan konflik di dalam aksi itu sendiri. Musuh dalam selimut itu nyata dan mereka menggunakan kekuatan kita untuk mencapai tujuan di luar aksi.