Mohon tunggu...
Melia Putri Purnama Sari
Melia Putri Purnama Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perlukah Seseorang Membayar Bunga Pada Layanan Pinjaman Online Ilegal?

13 Februari 2024   15:04 Diperbarui: 13 Februari 2024   15:14 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Layanan peer to peer landing atau yang sering disebut sebagai pinjaman online merupakan jenis perjanjian riil yang telah diatur pada ketentuan pasal 1754 KUHPerdata, yaitu merupakan sebuah layanan peminjaman yang secara langsung menghubungkan pihak yang membutuhkan pinjaman (debitur) dengan pihak yang memberikan pinjaman tersebut (kreditur) secara online. 

Keunggulan dalam melakukan pinjaman dengan layanan peer to peer lending ini tidak harus mengagunkan objek benda tertentu, hal ini berbeda dengan fasilitas yang dikeluarkan oleh sektor perbankan ketika mengajukan kredit.

Jenis pinjaman online (P2P lending) terbagi ke dalam dua kategori yaitu legal dan ilegal. Keduanya memiliki persamaan namun juga memiliki perbedaan yang cukup signifikan yaitu Layanan industri finansial peer to peer lending berlisensi (legal) memiliki ciri salah satunya terdapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta mengatur biaya pinjaman secara keseluruhan dengan kisaran 0.05-0.8 persen per hari, sedangkan fintech P2P lending ilegal tidak memiliki izin dari OJK dan dalam memberikan bunga dan denda pun dengan nilai yang sangat tinggi bahkan cenderung tidak jelas penagihannya. Pada tahun 2022, OJK menerbitkan sebuah peraturan khusus terkait P2P lending yang diatur dalam ketentuan nomor 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPBBTI/Fintech P2P Lending).

Dalam menggunakan layanan pinjaman online legal ataupun ilegal ini tidak menjadikan adanya perbedaan bagi kedudukan seseorang sebagai debitur. Debitur yang menggunakan layanan fintech P2P lending ilegal ini memiliki kewajiban yang sama pada umumnya dalam memenuhi sebuah prestasi terhadap kreditur. 

Hal ini dikarenakan adanya peristiwa hukum antara debitur dengan kreditur dalam layanan fintech P2P lending ini didalamnya terikat sebuah perjanjian, sebagaimana berdasarkan pasal 1233 KUHPerdata sumber perikatan timbul karena undang-undang begitupula perjanjian. Penjelasan tersebut menegaskan bahwa debitur tetap menjalankan kewajibannya (schuld) untuk memenuhi sebuah prestasi walaupun platform pinjaman online yang digunakan berstatus ilegal, sebagaimana hal ini bentuk tanggung jawab (haftung) debitur terhadap kreditur.

Hubungan hukum antara penerima pinjaman dengan pemberi pinjaman didefinisikan sebagai hubungan pinjam meminjam uang menurut KUHPerdata. Perjanjian pinjam meminjam yang dilakukan secara virtual hal ini dikenal sebagai layanan fintech peer to peer landing yang berstatus legal ataupun ilegal. Kesimpulannya debitur sebagai peminjam tetap menjalankan kewajibannya yaitu memenuhi prestasi atas suatu hal yang telah diperjanjikan dengan kreditur. 

Prestasi yang dimaksudkan ialah membayar utang pokok begitupula bunga (apabila ada), terhadap kreditur walaupun debitur meminjamnya dalam produk yang ilegal. Akibat hukum bagi debitur yang wanprestasi dapat dikenakan sanksi perdata maupun pidana tergantung pihak kreditur yang menentukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun