Mohon tunggu...
Imelda Natalia
Imelda Natalia Mohon Tunggu... -

A proud young mom! Bolak-balik Jakarta-Makassar untuk membangun bisnis dan rumah tangga ideal. Amin!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Membalas Surat dari 122 Tahun yang Lalu - Screen Below The Wind Festival 2012

18 November 2012   04:20 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:08 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah film di Screen Below The Wind Festival mencoba mengajak penontonnya mempelajari sejarah, lewat cara yang berbeda. Sejarah adalah catatan peristiwa. Mempelajari sejarah sama artinya dengan berusaha memahami seperti apa sosok kita (bangsa) di masa lampau, apa yang kita cita-citakan waktu itu, apa saja perkembangan yang sudah kita capai. 122 tahun yang lalu, Sri-moh adalah orang Chiang Mai pertama yang datang ke Yokohama. Dalam perjalanannya, ia menulis sebuah surat kepada orangtuanya, dia menceritakan pemandangan, budaya dan masyarakat di kota itu. 122 tahun kemudian, Santiphap, seniman yang berdomisili di Chiang Mai, membawa surat Sri-moh bersamanya dalam kunjungannya ke Yokohama dalam kegiatan Koganecho Artist Residency. Di situ ia membacakan surat tersebut untuk warga Yokohama. Ia kemudian mengajak mereka untuk menulis surat jawaban atas surat Sri-moh yang sudah berumur seratus tahun tersebut.  Surat-surat baru ini hadir sebagai sebuah refleksi atas Yokohama hari ini. Tentunya surat-surat yang menjadi balasan adalah sebuah refleksi untuk warga Yokohama. Perubahan wajah wilayah adalah hal yang pasti terjadi seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi. Namun bagaimana dengan kehidupannya? Apakah tetap menyenangkan ataukah menjadi keras dan kejam? Atau bagaimana dengan masyarakatnya? Apakah budaya kerja keras dan pantang menyerah itu masih ada? Melihat film berdurasi 9 menit ini mengingatkan saya kepada kumpulan surat-surat dari R.A. Kartini yang disatukan dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Kita mungkin bisa menikmati situasi dan kondisi kehidupan-sosial saat ini. Namun lewat surat dari masa lalu kita bisa berkaca: sudah saatnya kah kita bersyukur, atau jalan yang harus kita tempuh itu masih jauh?

Festival Layar di Bawah Angin

Festival Layar di Bawah Angin (Screen Below The Wind Festival) adalah ruang pertukaran budaya dan sejarah Asia Tenggara, melalui film dan foto dokumenter. Festival ini tidak hanya untuk peminat dan pelaku film dan foto dokumenter, tapi juga untuk siapapun yang ingin lebih emahami peristiwa yang terjadi di berbagai negara di Asia Tenggara.

Festival ini juga mempertemukan berbagai rekan yang selama ini saling mempengaruhi, yaitu pembuat film & foto dokumenter, publik, pelaku media mainstream dan bisnis melalui  berbagai kegiatan seperti Workshop Film dan Foto Dokumenter, Berbagi Bersama Dokumentarian, Sarasehan Dokumenter Asean.

Festival Layar di Bawah Angin (Screen Below The Wind Festival) menyambut kedatangan rekan semua, untuk duduk bersama, saling berbagi untuk memahami realita dengan lebih utuh di dalam suasana yang hangat dan sederhana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun