Sudah satu setengah bulan Kota Payakumbuh dan Kota Bukittinggi mengalami krisis sampah. Hampir selama itu pula, sampah-sampah dari kedua daerah itu di'ekspor' ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah Air Dingin Kota Padang yang jaraknya mencapai 120 kilometer dari Payakumbuh. Kondisi itu bermula dari longsornya TPA Regional Sumatera Barat yang terletak di Kelurahan Padang Karambia, Kecamatan Payakumbuh Selatan, Kota Payakumbuh pada Rabu, 20 Desember 2023 yang membuat Pj Walikota Payakumbuh, H.Jasman mengeluarkan surat edaran bahwa TPA Regional Payakumbuh ditutup sementara. Padahal, selama ini sampah dari Kota Bukittinggi sebagai salah salah satu kota dengan produksi sampah terbanyak di Sumbar, ditampung di TPA tersebut. Selain itu, sampah dari Kabupaten Limapuluh Kota dan Agam bagian timur juga selama ini dibuang di TPA yang sama.
Beberapa hari setelah ditutupnya TPA Regional di Payakumbuh membuat banyak sampah berserakan di sepanjang jalan di daerah itu. Hampir bisa dipastikan sampah-sampah tersebut merupakan sampah limbah domestik. Sampah-sampah yang seandainya saja sudah dipilah dari masing-masing rumah, tidak akan menghasilkan volume sebanyak itu. Dengan negosiasi kepala daerah, mulai 23 Desember 2023, sampah-sampah yang biasa ditampung di TPA Regional Payakumbuh dibawa ke TPA Air Dingin Kota Padang. Data dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Padang, sampah Bukittinggi yang berakhir di TPA Air Dingin rata-rata mencapai 70 sampai 95 ton per hari. Sedangkan sampah Kota Payakumbuh, rata-rata sampahnya yang sampai di Padang sekitar 30 sampai 84 ton per hari.
Bisa dibayangkan masalah yang bisa timbul akibat penambahan seratus ton lebih sampah sehari ke TPA yang kondisinya pun hampir penuh sesak. Belum lagi sampah dari Kota Padang sendiri yang volumenya mencapai sekitar 600 ton per hari. Karenanya, 'ekspor' sampah ke Kota Padang hanya merupakan solusi sementara. Pemko Padang pun membatasi waktu penerimaan sampah dari luar wilayah hanya dua bulan, untuk mencegah TPA Air Dingin over kapasitas.
Ditampungnya ratusan ton sampah setiap harinya di TPA Air Dingin sebenarnya membuat bau sampah yang lebih menyengat dibanding biasanya. Rumah saya yang berjarak hanya sekitar satu kilometer dari TPA Air Dingin menjadi sebaran bau sampah di minggu-minggu awal kedatangan sampah-sampah luar daerah tersebut. Mungkin karena sampah domestik dan limbah pasar yang diangkut itu juga telah bertumpuk sebelumnya di daerah asal sehingga menimbulkan bau tidak sedap. Beberapa warga juga sempat mengeluhkan hal yang sama.
Memilah dari Rumah
'Berkah' dari krisis sampah di sejumlah daerah itu mulai memunculkan gerakan memilah sampah dari rumah. Pj Wali Kota Payakumbuh, Jasman, misalnya, mulai berkampanye pemilahan sampah dimulai dari kantor-kantor milik pemerintah. Di jajaran pemerintah, ia melakukan inspeksi mendadak untuk memastikan program itu berjalan. Sementara, di tataran masyarakat, ia juga memerintahkan jajarannya untuk menyosialisasikan pemilahan sampah kepada masyarakat. Tidak saja untuk rumah tangga, tetapi juga untuk sampah pasar rakyat yang lumayan banyak setiap hari.
Sementara di Kota Bukittinggi, sebelum kejadian krisis sampah tersebut, WALHI Sumbar bersama Pemerintah Kota Bukittinggi bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Bappenas) dan Deutsche Gesellschaft fr Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Indonesia sebenarnya telah mencanangkan suatu program pengelolaan sampah, namun baru berupa pilot project di kawasan kelurahan Bukit Apit Puhun, Kecamatan Guguk Panjang, Kota Bukittinggi.
Melalui program Pengurangan Emisi dengan Perbaikan Sampah Perkotaan, Walhi dan Pemko Bukittinggi melibatkan kelompok budi daya maggot dan rumah kompos. Setiap rumah dibekali dua tong sampah untuk pemilahan sampah organik dan non organik. Tong-tong sampah tersebut nantinya akan dijemput oleh operator dengan becak motor untuk dikirim ke budidaya maggot dan rumah kompos. Namun, dari pemaparan saat workshop 'Praktik Baik Pengurangan Sampah Melalui Pengelolaan Sampah Organik di Kota Bukittinggi', 27 Desember 2023, baru 49 rumah yang memilah sampah, dari 100 pasang tong sampah organik dan non organik yang dibagikan. Selain memilah sampah, masyarakat juga diajak untuk melakukan proses Reduce, Reuse, Recycle (3R) sehingga diharapkan masalah sampah di Kota Bukittinggi bisa berangsur diatasi.
Sampah sebenarnya tak hanya persoalan Kota Payakumbuh dan Bukittinggi saja. Bila tak segera diantisipasi dengan baik, maka persoalan sampah akan tinggal menunggu waktu. Seperti halnya TPA di Kabupaten Bandung yang terbakar dan ditutup sementara pada Agustus 2023. Begitu juga sejumlah TPA di daerah lain yang beberapa kali menimbulkan masalah.
Maka, pengelolaan sampah, terutama limbah domestik dan sampah-sampah dari usaha kuliner dan pasar, sudah seharusnya menjadi perhatian penting. Jangan lagi diabaikan bila tak hendak selalu menjadi sumber polusi ataupun menimbulkan masalah baru. Memilah sampah organik dari rumah untuk selanjutnya dijadikan pakan maggot dan pupuk kompos ataupun memilah sampah anorganik untuk dilakukan 3R, semuanya membutuhkan konsistensi dan dukungan sistem pengelolaan yang cukup kuat. Masyarakat kalaupun sudah mau untuk memilah sampah organik dan anorganik, namun bila tak ada yang menjemput ke rumah untuk disalurkan, belum tentu bisa berlanjut karena tak tahu harus dibawa kemana sampah yang sudah dipilah. Begitu juga solusi 3R, perlu pendampingan dan edukasi intensif untuk menimbulkan kesadaran serta memberi wawasan kepada warga terkait cari menggunakan kembali sampah-sampah yang masih bisa dimanfaatkan. (*)