Mohon tunggu...
Melda R. Aswadi
Melda R. Aswadi Mohon Tunggu... Jurnalis - freelance journalist

viewer of life

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mencetak Generasi Berkarakter dan Inovatif dengan Kurikulum Merdeka

2 April 2023   23:44 Diperbarui: 3 April 2023   00:10 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wajah-wajah ceria para santri di Pondok Pesantren Kauman Padang Panjang Sumatera Barat mengerumuni hasil kerja kelompok mereka. Hasil kerja yang merupakan proyek sebagai pengganti ujian tengah semester. Mengamati dengan antusias dari satu meja ke meja lainnya, mereka terlihat cukup bangga dengan hasil kerja masing-masing.

Dan, hasilnya cukup membanggakan. Beberapa proyek ikut dipamerkan di ajang International STEM Exhibition, Industrial Expo, Education fair, & book fair (ISEE 2022) di Penang Malaysia 14 sampai 16 Desember 2022, yaitu The Jelly Glass dan bakso biji durian. Jelly Glass bahkan berhasil membawa pulang medali perunggu setelah menduduki peringkat ketiga pada kategori Smart devices/Information and Communication.

Puluhan proyek lainnya yang dipamerkan merupakan produk kerajinan tangan, olahan makanan, dan teknologi tepat guna, yang sudah lolos tes kelayakan. Semua proyek ditampilkan pada kegiatan Santripreneur Exibition Project dari program ISTEM (Islamic, Sains, Tekhnologi, Economi, and Math) yang digelar beberapa hari, mulai 23 Desember 2022.

Pimpinan Ponpes Kauman Dr.Derliana mengatakan, santri didorong untuk terus menuju 'Go Digital' dan 'Go Global', sehingga dapat semakin meningkatkan kreativitas, inovasi, dan semangat untuk terus tumbuh menjadi yang terbaik, sesuai semangat Kurikulum Merdeka yang diterapkan di tahun ajaran 2022/2023. Ia berharap santri yang lulus dari perguruan itu bisa jadi multi talenta, membantu pemerintah dalam upaya meningkatkan kreativitas dan kemandirian dari warga negara sekaligus menggerakkan ekonomi masyarakat.

Ponpes Kauman memang menjadi salah satu sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka yang ditawarkan Kemdikbudristek untuk diberlakukan tahun ini. Menurutnya, Kurikulum Merdeka lahir untuk memberikan kebebasan kepada siswa dalam memilih pendidikannya sesuai bakat dan minat anak.

Selama ini, kurikulum yang dijalankan terkesan memaksakan bakat dan minat anak, seakan kurikulum tidak memberikan peluang anak dalam menentukan masa depannya. Sekarang dengan hadirnya kemerdekaan belajar, anak-anak bisa bebas dalam menentukan perkembangan bakat dan minatnya.

"Munculnya Kurikulum Merdeka sebagai solusi untuk kebebasan anak dalam perkembangan bakat dan minat sang anak," kata Derliana.

Belum satu tahun diberlakukan, Kurikulum Merdeka barangkali belum bisa dinilai secara objektif. Namun, secara garis merah tetap menyambung dengan kurikulum sebelumnya, K13, yang bersifat student center. Pendidikan yang berfokus pada anak. Karena, memang setiap anak adalah berbeda dan memiliki minat, keunikan, serta potensi masing-masing.

'PR' Besar Pendidikan Indonesia

Terlepas dari perdebatan soal kurikulum yang berubah-ubah, satu hal pasti bahwa pendidikan di Indonesia masih memiliki 'PR' yang besar. Karena, hakikat dan tujuan dari pendidikan itu sendiri, yakni memanusiakan manusia dan menciptakan manusia yang beradab, terasa masih jauh dari pencapain seharusnya. Masih banyaknya kasus anak yang berhadapan dengan hukum, maraknya aksi tawuran remaja hingga ke pelosok, hingga makin menipisnya empati, bisa menjadi salah satu tolak ukur.

Sebagai bangsa merdeka yang sudah menjalani berbagai kurikulum yang berbeda-beda, waktu telah membuktikan bahwa ternyata beban materi pendidikan yang seabrek-abrek tidak serta merta membuat peserta didik menjadi kaum intelektual yang beradab. Bahkan, sering kali terjadi, tingkat pendidikan seseorang tidak sejalan lurus dengan adab dan moral yang baik. Banyak contoh yang terjadi, terbaru pada kasus penganiayaan sadis oleh Mario Dandy yang saat kejadian berstatus sebagai mahasiswa. Hal yang tentu menjadi pertanyaan, apa yang salah dengan pendidikan kita?

Ada yang hilang atau kosong dari pendidikan yang dijalani siswa beberapa waktu terakhir, yakni empati dan problem solving. Tak ada empati membuat generasi menjadi egois dan tak peduli dengan apa yang dialami dan dirasakan orang lain. Rendahnya kemampuan problem solving atau memecahkan masalah membuat keputusan atau tindakan yang dilakukan menjadi di luar kontrol dan akal sehat.

Satu lagi yang mungkin menjadi poin adalah kebahagiaan yang tak cukup diperoleh dari satuan pendidikan maupun di rumah. Bisa dibayangkan, gesekan-gesekan atau konflik di jalan raya atau dimana saja bisa dengan mudah ditepis bila orang-orang yang bersangkutan cukup bahagia, mudah memaafkan kesalahan orang lain. Bukan sebaliknya, memperbesar masalah dan menyelesaikan dengan cara fisik atau kekerasan.

Padahal, Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara telah meletakkan pondasi pada konsep pendidikan bahwa sekolah adalah taman, tempat yang menyenangkan, bukan membebankan. Pendidikan menurut Ki Hajar adalah memberikan tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki oleh seorang anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat nantinya.

Kondisi yang sering terjadi selama ini, bahkan mungkin menjadi pengalaman bagi kita sendiri selama menjalani proses pendidikan di sekolah, yakni tertekan dan terbebani dengan materi pelajaran, ataupun saat berhadapan dengan guru atau siswa lainnya. 

Beban dalam menjalani pendidikan menjauhkan pelajar dari esensi proses pendidikan sebagai taman yang menyenangkan seperti yang diusung Ki Hajar. Karena itu, 'bahagia' adalah proses yang hilang di satuan pendidikan dan menjadi satu poin yang harus dibenahi. Salah satu cara dengan tak membebani anak dengan banyaknya materi dan menciptakan lingkungan sekolah yang berbudaya dan beradab.

Kurikulum Merdeka 

Menteri Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim telah meluncurkan Kurikulum Merdeka untuk mendorong perbaikan kualitas dan pemulihan dari krisis pembelajaran. Menurutnya, setidaknya ada tiga keunggulan Kurikulum Merdeka, yaitu fokus pada materi esensial, sehingga guru tak lagi buru-buru mengajar dan lebih memperhatikan kebutuhan murid. 

Murid pun tak terbebani dengan banyaknya materi. Kedua, memberi jam pelajaran khusus bagi pengembangan karakter melalui proyek penguatan profil pelajar Pancasila, dan ketiga, memberi fleksibilitas bagi sekolah untuk merancang kurikulum operasional sendiri dan menyesuaikan pembelajaran dengan tingkat kemampuan muridnya.

Kerangka Kurikulum Merdeka yang fleksibel bisa memudahkan sekolah, termasuk yang minim fasilitas dan berada di wilayah terpencil untuk merancang pembelajaran sesuai kebutuhan.

Bahkan khusus SMA, kurikulum yang baru menghapus penjurusan dan membebaskan peserta didik untuk memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan rencana karir. Selanjutnya pemerintah akan merancang ulang skema masuk perguruan tinggi negeri agar sejalan dengan prinsip pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka.

Tak ada paksaan bagi sekolah untuk menerapkan Kurikulum Merdeka tahun ini. Meski demikian, Kurikulum Merdeka ternyata sudah diterapkan lebih dari 140.000 satuan Pendidikan pada tahun 2022/2023. Selanjutnya pada tahun ajaran 2024/2025 akan ditetapkan sebagai kurikulum nasional.

Kurikulum Merdeka adalah sebuah terobosan dalam proses belajar yang lebih relevan, mendalam, dan menyenangkan. Kita sebagai orang tua dan bagian dari masyarakat berharap Kurikulum Merdeka bisa menghasilkan generasi mendatang dengan karakter yang lebih baik. 

Mengisi kekosongan dari krisis pembelajaran. Mereka berproses di sekolah dan keluar sebagai individu-individu yang berkarakter sesuai nilai-nilai agama dan Pancasila. Karena, karakter tidak hanya dikembangkan melalui pelajaran atau materi-materi akademik saja, tapi melalui nilai-nilai yang ditanamkan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun