Mohon tunggu...
Melda Anggia
Melda Anggia Mohon Tunggu... Mahasiswa - S1 Pendidikan Agama Islam - Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Bismillah, Assalaamu'alaikum warahmatullah wabarakaatuh🙏😊

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berpikir Kritis di Dunia dalam Filsafat

12 Juli 2021   21:08 Diperbarui: 12 Juli 2021   21:13 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia adalah tempat dimana manusia menjalani kehidupannya, dan tempat dimana manusia menghadapi berbagai macam hal. Maka untuk menjalani kehidupan didunia sangat penting untuk kita berfikir "kritis". Apa itu kritis?orang-orang beranggapan bahwa kritis merupakan sikap berfikir atau suatu tindakan untuk mencari kesalahan orang lain, jika ada orang yang suka mendebat orang lain maka itu disebut kritis, akan tetapi pandangan ini keliru, karena yang benar berfikir kritis itu adalah berfikir secara teliti, cermat, dan seksama. Tidak semua filsafat membantu kita berfikir kritis, dan tidak semua filsafat yang kita pelajari membantu kita untuk memahami dunia ini untuk berfikir secara cermat, teliti, dan seksama. Secara umum, filsafat mampu mengambil peranan untuk menumbuhkan kemampuan berfikir kritis, akan tetapi kenyataannya tidak selalu demikian, banyak aliran filsafat, tetapi tidak semua aliran filsafat itu benar-benar berfaedah. Mengapa demikian?karena sebagian corak filsafat yang berkembang dewasa ini sudah keluar dari khittahnya, yakni sebagai sarana bagi pencari kebijaksanaan dan pecinta kebenaran. 

Secara umum, filsafat modern yang diwarisi oleh Barat merupakan cerminan dari "Cinta Kebijaksanaan", tetapi filsafat modern "Mainstrem" yang belakangan ini dominan, itu justru tidak membawa kita kepada "Cinta Kebijaksanaan" tetapi "Benci Kebijaksanaan" atau yang disebut dengan (Syed Hussein Nasr) sebagai "Misosophia". Sebagai contoh, ada orang yang mengatakan "tidak ada kebenaran, kebenaran adalah ilusi atau tidak realitas dunia kecuali dalam benak manusia". Tidak ada bumi, tidak ada langit, dan tidak ada bebatuan? tetapi yang ada pikiran kita tentang bebatuan itu, corak filsafat seperti ini tidak membantu kita memahami dunia, corak filsafat ini disebut "Irealisme". Irealisme adalah filsafat yang menolak realitas diluar diri manusia, dan jika skandal dalam filsafat, maka skandal terbesarnya adalah keluar dari pencarian itu. Kita perlu keluar dari "Misosophia" dan kembali kepada "Philosophia" yakni mencari kebijakan meraih kebenaran, jika kita mencari kebijaksanaan meraih kebenaran kita bisa keliru, tetapi tidak semua pencarian kita tentang kebijaksanaan dan kebenaran itu sama kelirunya. Apabila semua pengetahuan sama kelirunya dan sama benarnya, maka tidak perlu orang bersekolah untuk mencari dan mendapatkan pengetahuan.

Dunia ini real (nyata) tidak bisa untuk kita menyangkalnya, sebagian filusuf mengatakan bahwa dunia ini tidak ada, yang ada adalah pikiran kita tentang dunia. Filusuf seperti itu disebut sebagai kaum "sofis" yang sekarang adalah orang yang pandai berbicara menggunakan pikirannya untuk mencari uang, dll. Sehingga yang dicari bukan kebenaran dan yang diucapkan bukan kebenaran tetapi bisa mengucapkan apapun asalkan dia bisa mendapatkan uang, dll. Filusuf yang sejati justru tidak seperti itu, misalnya Georgeous adalah seorang kaum sofis dari Yunani. Beliau mengatakan bahwa dunia ini atau realitas ini tidak ada, yang ada hanya pikiran kita tentang realitas itu. Ibnu Sina menanggapi apa yang dikatakan Georgeous "kalo memang anda tidak mengakui adanya realitas diluar diri manusia ya sudah saya lemparkan anda ke kandang singa". Maka tidak semua filsafat itu bermanfaat, jadi kita perlu hati-hati, karena ada aliran filsafat yang tidak berfaedah dan juga ada aliran filsafat yang berfaedah. Kita kembali kepada pembahasan, dunia itu real (nyata)?mengapa?karena dia bisa di indera atau dia punya efek, sesuatu yang disebut real (nyata) karena bisa di indera atau punya efek, yang punya efek atau dampak tidak selalu bisa di indera, misal "Cinta" apakah bisa cinta dilihat oleh indera?tentu saja tidak, yang bisa kita lihat adalah efeknya, efek ketika kita merasa dicintai dan mencintai. Tuhan tidak bisa di indera, karena yang bisa kita indera  adalah efeknya. Dunia ini adalah efek dari keberadaan Tuhan, maka tidak semua hal itu bisa di indera oleh mata kita.

Sangat penting ketika kita berfikir kita sadar bahwa diri kita ada di dunia ini, kita perlu sadar bahwa ketika berfikir kita hidup didunia ini dan karena itu kita harus memperhitungkan realitas dunia ini. Mengapa demikian?karena ketika kita berfikir itu pikiran kita akan diuji dihadapan realitas. Pikiran kita mempunyai efek atau dampak, dan berdasarkan kepercayaan itu membimbing tindakan mereka, jadi kita perlu berhati-hati ketika menyampaikan pikiran kita kepada orang lain. Para filusf menyadari bahwa mereka hidup di dunia ini dan menghadapi dunia ini, bedanya filusuf dan ilmuan adalah filusuf ketika memahami dunia ini tujuannya untuk mencari kebijaksanaan. Sedangkan ilmuan tujuannya bukan untuk mencari kebijaksanaan, akan tetapi untuk memahami dunia ini, tetapi tidak semua ilmuan seperti itu, filusuf juga seperti itu. Filusuf dikategorikan menjadi dua yaitu : 1) Filusuf modern murni. Filusuf sains yang ingin menegaskan dunia ini., 2) Filusuf modern sekaligus filusuf klasik. Berusaha untuk memahami dunia ini, tujuannya untuk mencari kebijaksanaan. Ketika mencari kebijaksanaan, maka akhir dari kebijaksanaan itu adalah kebahagiaan. Menurut para filusuf ada dua corak ilmuan dan dua corak filusuf, 1) Ilmuan yang menyelidiki dunia ini untuk memahaminya, 2) Ilmuan yang menyelidiki dan memahami dunia untuk mencari kebijaksanaan. Terakhir kita sebut sebagai "filsafat kritis" atau disebut "teori-teori kritis", karena tidak semua filsafat membantu memahami dunia ini, ada filsafat yang memilih filsafat dan sains yang tidak keliru atau filsafat yang sejati dan sains yang sejati. Filsafat yang sejati adalah upaya untuk memahami dunia ini, sekaligus untuk mencari kebijaksanaan, sedangkan sains yang sejati adalah usaha untuk memahami dunia ini sekaligus untuk membuatnya menjadi lebih baik. Maka disimpulkan filsafat yang sejati adalah filsafat yang berusaha memahami dunia ini sekaligus mencari kebijaksanaan hidup, dan sains yang sejati adalah sains yang bertujuan untuk memahami dunia ini sekaligus untuk melakukan perbaikan-perbaikan di dunia ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun