Mohon tunggu...
Melchior Purnama
Melchior Purnama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Filsafat Di Institut Filsafat Dan Teknologi Kreatif Ledalero

Saya menyukai dunia tulisan entah itu artikel ilmiah, sastra, dan lain sebagainya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibuku Kupu-Kupu Malam

21 November 2024   22:02 Diperbarui: 22 November 2024   15:22 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mulia sekali tantaku ini. Kebahagiaan pun aku rasakan tat kala tanta Resa berniat mengangkatku sebagai anaknya. Dia berhutang budi atas kebaikan mendiang ibu dulu sebelum aku hadir di dunia ini. Seketika kesedihanku sedikit sirnah. Dia memintaku untuk memanggilnya Ibu. Tanta Resa ingin membesarkanku sebagaimana ibu membesarkanku. Rupanya habis gelap terbitlah terang. Kehilangan ibu adalah gelap dan kehadiran tanta Resa yang kini menjadi ibuku adalah terang. Terima kasih Tuhan, atas kebaikanMu.

       Sebelum aku meninggalkan rumah dan memulai hidup baru, aku mencoba kembali menelisik setiap bagian rumah. Bagian yang aku tuju tentunya kamar ibu yang tak pernah aku masuk selama ini. Saat aku membuka pintu, kakiku seakan akrab dengan ruangan ini dan secara perlahan aku memandangi foto-foto yang tergantung rapi dibalik dinding kamar ibu. 

aku melihat senyuman kedua gadis cantik yang tak ada bedanya. Semuanya sama, dan aku bangga menjadi anak ibu walau ibu telah tiada. Kemudian menghampiri meja ibu dengan banyaknya peralatan rias wajah ibu. Namun, ada suatu hal yang menarik perhatianku. 

Aku melihat buku kecil berukuran kecil sepertinya buku catatan harian ibu. Benar dugaanku, aku membaca cover putih yang bertuliskan catatan harian Jetia. Nama ini begitu indah terangkai dalam lembaran putih ini. Aku begitu penasaran atas isi buku ini. Dan apakah pertanyaan yang belum terjawab ada pada buku ini.? Semoga saja, begitulah harapanku.

Surat untuk Putriku tercinta

       Sophia, hanya ini yang bisa ibu tinggalkan untukmu. Ibu tahu kamu pasti akan menemukan buku catatan harian ibu ini saat ingin mengetahui segalanya. Ibu yakin kamu pasti membacanya walau ibu telah tiada. Ibu ingin menceritakan kisah yang tak pernah ibu ceritakan kepadamu. 

Barakallah dengan kisah singkat ini kamu mengerti dan paham atas segala tanyamu malam itu. Ingatlah sophia, jangan menaruh dendam atau apapun yang membuat hatimu terluka apalagi memupuk benci yang tak berguna. Juga jangan menangis Sophia, entar cantiknya hilang.

            Sophia, kamu adalah duplikat ibu di masa laku. Ibu dulu secantik dirimu dan terjaga hingga banyak orang berharap bersanding dengan ibu. Namun, ibu tak mau memikirkan itu. Ibu berasal dari keluarga cukup berada. Kakek meninggal saat ibu dilahirkan karena kecelakaan mobil hingga merenggut nyawanya. Ibu pun hidup bersama nenekmu dengan bahagia walaupun tanpa kehadiran kakekmu yang berada di dimensi lain. 

Namun, hal yang menyakitkan adalah ketika nenekmu juga pergi meninggalkan ibu setelah ibu menyelesaikan Sekolah ibu di bangku SMA. Dan ibu merasakan sakit yang mungkin saja kelak kamu akan rasakan juga. Untuk mewujudkan mimpi ibu yang masih tertunda, ibu pun memutuskan untuk melanjutkan kuliah di kota tempat dimana kamu dilahirkan. 

Kepandaianmu adalah kepandaian ibu sejak dahulu. Sesampainya di kota ini, ibu tak tahu mesti harus kemana. Sementara ibu tak punya siapa-siapa disini. Saat kebingungan menghampiri ibu, datang wanita yang mungkin saja ibu menarik perhatiannya. Awalnya ibu mengenal dia baik dan penuh perhatian. Wanita itu mengatakan bahwa dia ingin membiayai perkuliahan ibu asal mau bekerja dengannya. Saat itu, pikiran ibu gagap dan buntu dan mengiyakan tawaran darinya asal ibu bisa kuliah dan meraih mimpi ibu.

             Sesampai di rumah wanita itu, ibu melihat begitu banyak wanita-wanita cantik. Mereka mengucapkan selamat datang kepada ibu sebagai keluarga baru. Mereka menerima ibu dengan penuh ketulusan. Tetapi ternyata semua itu kamuflase belaka. Kebahagiaan yang direkayasa dengan begitu apik telah menghipnotis ibu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun