Mohon tunggu...
Melchior Purnama
Melchior Purnama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Filsafat Di Institut Filsafat Dan Teknologi Kreatif Ledalero

Saya menyukai dunia tulisan entah itu artikel ilmiah, sastra, dan lain sebagainya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ibuku Kupu-Kupu Malam

21 November 2024   22:02 Diperbarui: 22 November 2024   15:22 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

        Suatu malam, aku mencoba bertanya kepada ibu perihal siapa ayahku. Sosok satu ini, tak pernah sekalipun aku dengar ceritanya dari ibu. 

" Nak tidurlah. Ingat kamu mesti tidur karena esok kamu sekolah." kata ibu sembari menghentikan petikan gitarnya berharap aku lekas terlelap dan meraja mimpi.

" Tapi bu, aku belum ngantuk. Lagian aku sudah besar dan dewasa. Jadi, ibu tak perlu repot-repot lagi meninabobokan aku. Sanggahku atas tawaran ibu.

" Eitt, jangan salah nak. Bagi ibu, kamu masih gadis kecil ibu. Bahkan ketika kamu bersuami kelak, kamu tetap menjadi gadis kecil ibu"

"..ayolah ibu. Tapi ibu ada yang ingin aku tanyakan. Ini perihal siapa ayahku. Aku selalu malu bu, saat melihat teman-temanku dari SD dulu hingga SMA selalu diantar ayahnya ke sekolah. Sementara aku hanya memiliki ibu. Dimana ayah ibu? Apa ayah sejahat itu meninggalkan kita? Atau ayah telah mati?"

" Cukup Sophia! Tidurlah, pertanyaanmu tak penting. Lagian, apa kehadiran ibu tak cukup bagimu? Mengapa kamu menanyakkan hal itu?

" Ibu…aku hanya menanyakan siapa ayah? Apakah aku salah jika menanyakan keberadaan ayahku atau aku adalah anak tanpa ayah?

"Sophia sekali lagi ibu katakan, jangan kamu tanya tentang ayahmu!! Akan ada saatnya kamu tahu dan mengerti, tetapi tidak sekarang." jawab ibu yang sedikit membentak tanda bahwa ibu marah atas pertanyaanku. Ibu pun pergi meninggalkanku. Terlihat jejak marah dan sedih ibu sembunyikan dariku. Tersirat tetapi aku paham ketika ibu keluar dari kamarku dengan mata yang mencoba membendung air matanya agar tak terlihat sedih. Amarahnya terjawab saat ibu membanting keras pintu kamarku.

         Seketika aku terbungkam dan terdiam. Aku tak pernah melihat ibu seperti ini sebelumnya. Ataukah ibu memiliki masa lalu yang kelam? Tidak biasanya ibu menunjukan kemarahannya padaku. Sejenak aku mencoba merenungi atas sikapku tadi. 

Aku menyesal telah membuat ibu terluka karena masa lalunya. Dalam kebingungan nan penuh tanya, aku pun terbuai dalam lamunan mimpi menanti hari esok penuh senyum. Entah apa cerita di hari esok, aku serahkan pada sang khauriupan kehidupan.

      Semburat arunika tersenyum dari ufuk timur. Suara fajar memekakan telinga, nafas segar berhembus penuh kenyamanan. Hari baru yang indah, begitu pikirku. Sekejap aku melupakan semua yang terjadi semalam. Aku ingin beranjak sesegera mungkin bertemu ibu untuk meminta maaf atas perbuatanku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun