Dalam Jurnal Mukhyar "Pendidikan Berbudaya Perspektif Pemikiran Max Weber" menjelaskan terkait pemikiran Max Weber tentang pendidikan terutama terkait dengan peran pendidikan dalam membentuk individu yang kreatif, profesional, dan bertanggung jawab sosial. Menurut Weber, pendidikan berperan penting dalam membentuk karakter dan kemampuan individu untuk menghadapi perubahan dan tantangan dalam kehidupan modern. Dalam pandangan Weber, pendidikan juga dapat membantu individu mempersiapkan diri menghadapi perubahan sosial dan teknologi yang terjadi di masa depan. Ia memandang bahwa pendidikan harus mengajarkan individu untuk dapat beradaptasi dengan perubahan dan mempersiapkan mereka untuk menjadi anggota masyarakat yang berkontribusi positif dalam menghadapi perubahan tersebut. Jika ditelaah pembahasan Max Weber dalam karya-karyanya tentang pendidikan, memang harus diakui Max Weber tidak mengembangkan teori pendidikan secara eksplisit, tetapi ia memberikan pemikiran yang relevan dengan pendidikan. Salah satu karya paling terkenal Weber adalah "The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism" yang diterbitkan pada tahun 1905-1906. Dalam buku tersebut, Weber mengemukakan teori bahwa sikap etika Protestan memainkan peran penting dalam munculnya kapitalisme modern. Selain itu, Weber juga terkenal dengan karya-karyanya yang lain seperti "Economy and Society"(1921) dan "The Theory of Social and Economic Organization" (1947), di mana ia mengembangkan konsep-konsep seperti rasionalisasi, otoritas, dan birokrasi. Weber juga dikenal sebagai pendiri konsep ideal tipe (ideal type), yang digunakan dalam analisis sosiologis. Konsep ini dijelaskan oleh Weber dalam bukunya yang berjudul "The Methodology of the Social Sciences" (1904-1905).
Dalam Jurnal Petrus CKL dan Bello "Hubungan Hukum dan Moralitas Menurut H.L.A Hart" Dalam upaya menjelaskan hakikat hukum, Hart berangkat dari pandangan positivisme Austin. Austin mendefinisikan hukum sebagai perintah dari orang seorang raja atau orang yang berdaulat, yang secara politik superiror. Yang superior ini bisa berupa seorang individu atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan untuk memberi sanksi. Menurut Hart konsep hukum Austin seperti disebutkan di atas dapat dianalogikan sebagai perintah dari orang bersenjata. Dalam situasi tersebut seorang yang bersenjata memerintahkan korbannya untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu (diharuskan menyerahkan uang atau dilarang berteriak, misalnya). Namun menurut Hart analogi hukum dengan situasi penodongan, di mana di dalamnya terdapat perintah yang wajib dijalankan dan pemberian sanksi, tidaklah tepat. Berdasarkan uraian tersebut  dapat disimpulkan bahwa hukum yang dipahami sebagai perintah yang disertai sanksi tidak dapat memberi kita pemahaman yang memadai tentang hukum. Hukum menurutnya dapat dipahami melalui dua tipe aturan, yakni aturan primer dan aturan sekunder. Ia menegaskan bahwa dalam kombinasi dua tipe aturan ini terletak apa yang dengan keliru diklaim Austin ditemukan dalam gagasan perintah yang ditopang sanksi sebagai kunci ilmu yurisprudensi. Aturan primer yang dimaksud Hart adalah aturan-aturan yang menimpakan kewajiban (obligation). Selain aturan primer terdapat aturan lain yakni aturan sekunder. Aturan sekunder yang dimaksud di sini tidak lain landasan dari aturan primer itu sendiri. Hart membagi aturan sekunder ke dalam tiga jenis, yaitu aturan pengakuan, aturan perubahan dan aturan pemutusan. Dalam pandangan Hart penegasan bahwa di antara hukum dan moralitas ada suatu hubungan yang perlu atau mutlak memiliki banyak ragam pemahaman yang penting namun tidak semua hubungan itu terlihat jelas. Dalam pandangan Hart pendapat yang menekankan adanya kesesuain antara kewajiban hukum dan moralitas adalah pandangan yang tidak memadai. Menurutnya, untuk mengkritik hukum yang jahat, hukum yang diundangkan Hitler misalnya, kita cukup mengatakan bahwa hukum tersebut tetaplah hukum meskipun terlalu jahat untuk dipatuhinya berhubungan mutlak. Dalam The Concept of Law Hart menjelaskan lebih jauh kekurangan pandangan yang mengidentikkan hukum dengan moralitas dan menunjukkan keunggulan dari konsep hukumnya sendiri yang memasukkan semua hukum, termasuk hukum yang berlawanan dengan moralitas.
Pendapat Saya Mengenai Pemikiran Max Weber dan H.L.A Hart Dalam Masa Sekarang ini
Dalam pemikiran Max weber mengenai pendidikan dapat dilihat bahwa ia menekankan pentingnya pendidikan dalam bentuk individu yang dapat beradaptasi dan berkontribusi positif terhadap masyarakat apalagi di masa modern saat ini. Dalam era global saat ini, keperluan untuk beradaptasi dengan perubahan sangatlah penting. Pemikiran Weber tentang pendidikan sebagai alat untuk membentuk individu yang kreatif dan profesional menjadi lebih tepat. Kurikulum yang terbuka terhadap perkembangan teknologi dan lapangan pekerjaan sangat dibutuhkan. Dan dengan meningkatnya isu-isu sosial seperti ketidakadilan, diskriminasi, dan perubahan iklim saat ini pendidikan yang mengembangkan karakter dan tanggung jawab sosial sangat penting. Sekolah-sekolah diharapkan tidak hanya mengajarkan keterampilan teknis, tetapi juga membentuk kesadaran sosial dan etika pada siswa.
Dalam pemikiran H.L.A Hart mengenai penekanan bahwa hukum tidak bisa sekadar dipahami sebagai perintah yang disertai sanksi, sebagaimana dipaparkan oleh Austin. Dalam dunia yang semakin rumit, pemikiran Hart mengenai struktur hukum dalam hal aturan primer dan sekunder juga memberikan pandangan yang berguna untuk memahami cara hukum berfungsi. Ini penting untuk mengevaluasi bagaimana hukum dapat beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat yang berubah.
Menganalisis Perkembangan Hukum di Indonesia dengan menggunakan Pemikiran Max Weber dan H.L.A Hart
Pendidikan di Indonesia sangat berperan penting dalam membentuk individu yang kreatif, profesional, dan bertanggung jawab sosial. Dengan mempertimbangkan pandangan Weber, sistem pendidikan harus lebih berfokus pada pengembangan karakter dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan. Hal ini berlaku, terutama dalam menghadapi tantangan globalisasi dan kemajuan teknologi. Weber menekankan pentingnya pendidikan dalam mempersiapkan individu untuk menghadapi perubahan sosial. Di Indonesia, yang mengalami perubahan cepat dalam konteks sosial dan politik, pendidikan harus mampu membekali siswa dengan kemampuan untuk memahami dan beradaptasi terhadap berbagai dinamika sosial.
Pemikiran Hart tentang hukum sebagai kombinasi aturan primer dan sekunder relevan dalam konteks hukum Indonesia, di mana banyak undang-undang masih perlu penegasan yang jelas. Hukum di Indonesia tidak selalu sejalan dengan moralitas masyarakat, sehingga pemahaman ini dapat membantu dalam mengevaluasi dan mengkritik hukum yang ada, terutama undang-undang yang dianggap tidak adil. Dalam konteks Indonesia, pemikiran Hart dapat digunakan untuk mengevaluasi hukum yang dianggap tidak adil, seperti hukum yang diskriminatif atau yang melanggar hak asasi manusia. Ini penting dalam upaya memperjuangkan reformasi hukum dan memastikan bahwa hukum berfungsi sebagai alat untuk keadilan sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H