Berdasarkan penjelasan mengenai sumber konflik Sampit, jika melihat masalah ini didukung oleh Teori Deprivasi Relatif, adanya harapan dari suku Dayak untuk mendapatkan ekonomi lebih baik layaknya suku Madura tidak kunjung mendapat respon dari pemerintah (yang pada penjelasan ini berperan sebagai orang yang memiliki kapabilitas) agar dapat merealisasikan harapan suku Dayak akan kualitas hidup yang harus mereka miliki (dalam hal ini ekonomi, ketidaksetujuan atas kesenjangan ekonomi yang terjadi).
Selanjutnya, dengan menggunakan alat Analisa conflict wheel, upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meninjau kembali regulasi pemerintah terkait keputusan transmigrasi mata pencaharian beberapa daerah kepada daerah yang di tuju, menimbang kembali serta merevisi pemerintah yang sekiranya hanya menguntungkan salah satu pihak tapi tidak dapat di aplikasikan ke semua pihak. Kemudian, dari adanya peristiwa Sampit ini, pemerintah dapat memberikan sarana alternatif mata pencaharian bagi Suku Dayak, agar tidak terjadi kesenjangan ekonomi yang menyebabkan kemerosotan ekonomi penduduknya. Upaya berupa memberikan pemahaman masyarakat tentang pentingnya berdiskusi dan tidak gegabah dalam melakukan kekerasan juga penting untuk menghindari konflik berdarah seperti ini dapat terulang kembali di kemudian hari.
REFERENSI
Fisher, S., Ludin, J., Williams, S., Abdi, D. I., Smith, R., & Williams, S. (2001). Mengelola Konflik. Jakarta: The British Council, Indonesia.
Widapratama, F. R., & Darwis, R. S. (2019). PENERAPAN MANAJEMEN KONFLIK. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik Vol.1 No.1, 1-70.
Cahyono H, (2008) Konflik Kalbar dan Kalteng: Jalan Panjang Meretas Perdamaian, Jakarta: Pustaka Pelajar
ICG, (2001) Communal violence in indonesia: Lessons from kalimantan, Asia Report 27 Juni 2001
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H