Data tahun 2018 oleh Survei Nasional Pelecehan Seksual di Ruang Publik menunjukkan bahwa 64% perempuan pernah mengalami pelecehan, disusul lelaki dengan persentase sebanyak 11% dan gender lain sebanyak 69%. Masih dengan sumber yang sama, bentuk-bentuk pelecehan seksual meliputi siulan, komentar tubuh, disentuh, main mata dan proporsi terkecil yaitu komentar seksis.
Sedangkan secara gamblang bentuk pelecehan seksual ini meliputi hal-hal seperti komentar bernada seksual tentang penampilan atau bagian tubuh. Jadi komentar seperti, "Roknya pendek nih!" entah diikuti siulan atau tidak adalah bentuk pelecehan. Tentu juga meliputi pertanyaan tentang ukuran pakaian dalam yang menjadi nominasi pertanyaan terdungu sepanjang masa.Â
Jadi, narasi yang mengatakan "Salah sendiri kenapa pakai baju pendek, dikomentari marah" adalah bentuk tertinggi ketololan sebab tidak ada korelasi sama sekali antara memakai pakaian tertentu dengan persetujuan untuk dikomentari secara seksual. Kecuali bila pada pakaian perempuan itu tertempel tulisan berbunyi, "Goda aku!" maka logika sebelumnya dapat diterapkan. Sayangnya jika ingin mencari perempuan seperti itu, satu-satunya tempat yang saya dapat rekomendasikan adalah wisma orang sakit jiwa.
Masih dengan bentuk pelecehan seksual yaitu gerakan seksual yang TIDAK DIINGINKAN seperti menyentuh, menepuk, mencubit, sengaja menyentuh tubuh orang lain, memeluk, mencium, menatap atau melirik. Salah satu poin penting untuk mengkategorikan suatu tindakan sebagai pelecahan atau bukan adalah consent atau persetujuan.
Saya jadi teringat beberapa tahun lalu saat saya duduk di bangku sekolah menengah akhir. Salah satu teman yang berdiri tepat di depan saya saat upacara hari Senin berbisik bahwa ia baru saja dilecehkan oleh seorang guru lelaki. Ia yang berada pada deret terdepan menerima tepukan pada pantat dengan dalih "meluruskan barisan".Â
Pada saat itu saya terkejut sebab selain orang itu tidak pernah terlihat ikut merapikan barisan (yang mana adalah tugas anggota Paskibraka), orang itu juga mengampu matapelajaran yang sungguh akan sangat memalukan jika insiden itu sampai naik ke permukaan.
Pada saat itu saya tidak terpikir untuk melakukan apapun, mengadu ke guru lain pun tidak. Saya hanya menenangkan teman saya yang mendadak wajahnya sangat datar.
Mungkin juga tersebab kita yang menghabiskan sebagian besar waktu di sekolah, berkali-kali saya mendapati insiden tangan yang mendarat tidak pada tempatnya dan hampir kesemuanya tidak pernah sampai ke meja guru.
Salah satunya adalah teman satu kelas dulu. Ia adalah tipe preman yang sok sangar tetapi mengkerut ketika bertemu guru. Pada suatu istirahat, ia yang duduk di samping seorang teman perempuan tiba-tiba melingkarkan tangannya ke tubuh perempuan yang tidak lain adalah teman saya juga.Â
Beberapa teman yang pernah diperlakukan seperti itu hanya tertawa yang mana membuat saya berpikir tidak perlu untuk intervensi (karena saya rasa perempuan itu tidak keberatan dipeluk seperti itu). Tetapi yang terakhir, mungkin juga karena ia duduk di dekat saya, ia meminta pertolongan saya. Sebisa mungkin saat itu saya menampilkan wajah datar dan memberitahu lelaki berengsek itu bahwa ia akan kena masalah jika ada guru yang datang. Ia segera celingukan dan melepaskan tangannya dari tubuh teman saya.
Dugaan saya, angka pelecehan pada perempuan sangat tinggi karena pelaku pelecehan bahkan tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang melukai harga diri orang lain. Kurangnya pemahaman serta tingkat kewarasan yang rendah perlu mendapatkan perhatian khusus dalam dunia pendidikan.Â