Beberapa tahun belakangan ini, saya mempelajari tentang efek jangka panjang dari Covid secara global dan saya menemukan bahwa pandemi Covid ini tidak seberapa parah dibandingkan dengan efek jangka panjangnya yang sangat mengerikan. Saya menamakannya: Efek Bola Salju Covid-19 yang Dapat Menghancurkan Dunia.
LATAR BELAKANG
Saya adalah anak yang dikandung oleh seorang ibu yang secara gizi cukup baik, namun ketika mengandung saya, dia mengalami masalah psikis, stress, kecemasan dan depresi. Masalah psikis yang dialaminya tidak terlalu parah, masih tergolong rata-rata, tapi justru kasus-kasus ringan seperti yang dialami ibu saya ini yang paling banyak dialami oleh ibu hamil selama pandemi Covid beberapa tahun belakangan ini.
Depresi selama kehamilan sering tidak terdiagnosis dengan benar dan kebanyakan orang berpikir bahwa gejala yang dialami atau yang terlihat hanya bentuk lain dari perubahan hormon yang normal terjadi selama masa kehamilan. Karena itu, banyak ibu hamil yang kurang tanggap untuk menyelidiki kondisi kejiwaannya. Juga karena faktor budaya, orang Indonesia cenderung malu untuk mendiskusikan kondisi psikis yang ia alami. Lebih dari 30 persen ibu hamil mengalami gejala depresi dan gangguan kecemasan, namun hanya sedikit dari mereka yang mencari pertolongan. Kurang sosialisasi dan juga kurang memadainya perawatan depresi pada ibu hamil akan berbahaya bagi kesehatan mental dan fisik sang ibu dan juga bayi yang ada dalam kandungan.
Banyak penelitian yang meneliti tentang dampak depresi saat hamil terhadap kesehatan fisik si jabang bayi, antara lain bisa menyebabkan janin berisiko mengalami gangguan perkembangan, lahir dengan berat badan rendah, atau lahir prematur. Tapi jarang yang meneliti tentang dampak depresi saat hamil terhadap kesehatan mental anak yang dikandung tersebut, terutama setelah anak tersebut beranjak dewasa.
PROBLEM
Delapan tahun terakhir ini saya mengalami berbagai gejala depresi yang semakin lama semakin berat sampai puncaknya adalah berkeinginan untuk menyakiti diri sendiri.
Selain sulit berkonsentrasi, tidak produktif, merasa tidak berguna dan putus asa, gejala-gejala depresi yang saya alami sangat menganggu aktivitas sehari-hari dan juga berdampak buruk untuk kedua anak saya, terutama ketika emosi saya yang tidak stabil. Ada istilah hurt people, hurt people (orang yang tersakiti cenderung menyakiti orang lain juga). Tanpa sadar, saya juga menyakiti jiwa anak-anak saya.
Dalam 30 tahun ke depan akan terjadi ledakan populasi orang depresi, yaitu anak yang dikandung semasa pandemi Covid oleh ibu yang mengalami depresi ini akan menjadi dewasa dan cenderung mengalami depresi juga. Belum lagi anak-anak yang diasuh atau dikandung dalam berbagai tekanan, misalnya tekanan ekonomi, atau  anak hasil perkosaan, anak diluar nikah, anak yang dikandung single mother (kasus perceraian selama pandemi Covid meningkat), atau anak yang dikandung ibu remaja (dibawah umur), dan masih banyak kasus-kasus yang mengakibatkan masalah kesehatan mental pada ibu hamil dan anak-anaknya.
Nantinya akan ada jutaan orang yang mengalami depresi. Dan yang lebih menakutkan lagi, jutaan orang ini akan mengandung, melahirkan dan mengasuh jutaan bayi lagi (efek bola salju) yang dalam 20-30 tahun ke depan akan menjadi populasi mayoritas dan menjadi tantangan nyata bagi dunia.
SOLUSI