Mohon tunggu...
Mela fardina
Mela fardina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa yang tidak mudah menyerah, suka suasana alam yang sejuk, dan novel fiksi budaya. Sangat hobi memelihara ikan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Tak Belajar dari Kasus TPA Leuwigajah

20 Juni 2024   06:01 Diperbarui: 20 Juni 2024   06:28 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Krisis kepedulian lingkungan yang ada di Indonesia masih menjadi permasalahan besar dimasyarakat. Banyak dari masyarakat yang tau akan dampak buruk kurangnya kepedulian lingkungan, namun mereka tak mengambil langkah dalam mencegah atau meminimalisirnya. Hal kecil yang masih menjadi  salah satu permaslahan besar di Indonesia adalah krisis kepudulian masyarakat dalam membuang sampah pada tempatnya, terlebih melalukan pengolahan sampah untuk meminimalisir limbah.

Dampak perilaku tidak mengolah yang menjadi tragedi adalah  ledakan yang disusul longsoran sampah di TPA Leuwigajah Kota Cimahi, Jawa Barat pada tahun 2005. Peristiwa ledakan dan longsoran sampah mengubur dua kampung sekaligus, yakni kampung Pojok dan Cilimus. Akibatnya tercatat 157 orang tewas tertimbun sampah. Tragedi ini memang sudah cukup lama, namun duka dan trauma dari korban selamat dan keluarga korban masih berbekas.

Ledakan sampah yang terjadi di TPA Leuwigajah disebabkan oleh tumpukan sampah yang tercampur, baik organik maupun anorganik setinggi 60 meter dan sepanjang 200 meter diguyur oleh hujan lebat selama seharian. Guyuran hujan yang terjadi mengakibatkan konsentrasi gas metana dari pembusukan sampah organik meningkat dan memicu ledakan. Tak belajar dari peristiwa tersebut, masyarakat masih gemar mencampur jenis sampah dan membuangnya begitu saja di TPA. Masyarakat cenderung menganggap rumit kegiatan memilah dan mengolah sampah sebelum akhirnya membuang sampah yang tak dapat diolah ke TPA.

Perilaku malas memilah dan mengolah sampah adalah sifat buruk bagai bom waktu yang siap meledak kapanpun. Perilaku ini sudah pasti membawa dampak buruk yang siap datang dalam berbagai perisiwa, tak hanya ledakan seperti yang terjadi di TPA Leuwigajah. Data dari Sistem informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) pada tahun 2023 berdasatkan penginputan dari 209 kabupaten/kota di indonesia menunjukkan adanya timbunan sampah sebanyak 24 juta ton sampah dengan 66,22% sampah telah terkelola dan sisanya masih belum terkelola dengan baik. Komposisi tibunan sampah di dominasi oleh 41,7% sampah sisa makanan dan 11,9% sampah dedaunan, bahkan dominasi sampah sisa makanan yang jelas sampah organik dan bisa diolah mengalahkan timbunan sampah plastik sebayak 18,5%. Timbunan sampah sebanyak 44,6% berasal dari sampah rumah tangga dan bukan dari pasar mauapun restoran.

Krisis kepedulian masyarakat jelas terlihat dari data diatas. Persepsi bahwa memilah dan mengolah sampah adalah sesuatu yang sulit dan rumit serta menyita waktu menjadikan perilaku malas masyarakat semakin besar. Padahal tidak demikian, berbagai trobosan dalam mengolah sampah agar lebih praktis dan efisien terus dikaji dan dipelajari. Tak hanya menjadi kompos, sampah organik yang diolah dengan baik melalui fermentasi bisa menghasilkan produk penuh manfaat seperti eco-enzyme. 

Pemanfaatan dari pada eco-enzyme sendiri diantaranya sebagai bahan disinfektan, campuran detergen dan sabun cuci piring, melembabkan kulit, dan masih banyak lagi. Apabila mengolah sampah organik menjadi eco-enzyme dirasa kurang praktis, masyarakat dapat membuat lubang biopori dengan pipa paralon yang telah dilubangi dan ditanam ditanah pekarangan atau pot tanaman kemudian cukup memasukkan sampah organik kedalamnya tanpa tambahan apapun dan biarkan terolah sendiri menjadi kompos. Biopori mungkin dapat manjadi dua solusi permasalahan, yakni mengatasi permasalahan sampah dan mempercepat penyerapan air hujan oleh tanah. Dua solusi diatas hanyalah sedikit contoh dari banyaknya alternatif pengolahan ampah yang berkembang di tengah masyarakat.

Berbagai trobosan dan pembaruan pengolahan sampah telah dikaji oleh peneliti ahli mauapun kalangan lain sebagai generasi bangsa. Masyarakat sebagai subjek tujuan dari penelitian yang dilakukan harus berupaya juga dalam memanfaatkan hasi inovasi tersebut dengan menerapkannya di kehidupan. Cukup kampung Pojok dan Cilimus yang menjadi korban buruknya kebiasaan pengolahan sampah oleh masyarakat di Indonesia dengan mulai membiasakan pemilahan dan pengolahan sampah yang dapat diolah sebelum akhirnya dibuang ke TPA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun