Mohon tunggu...
Mekay Kripton
Mekay Kripton Mohon Tunggu... -

Mekay Lunikabezz Kripton. Hidup adalah mencari tahu seperti apa Tuhan menggariskan takdir.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Dilema Jadi Maba

1 April 2015   12:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:41 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamis, 02 Oktober 2014

Hay, Pembaca...!!

Kali ini, biarkan gue menceritakan fenomena menggelikan yang gue lihat di kampus tadi sore. Sumpah!! Ini menggelikan dan memalukan.

Biarkan gue ceritakan secara lebih jelas walau mungkin nggak detail.

Gue sedang duduk bercerita bareng komplotan gue di koridor di depan kelas seperti biasanya. Di depan, sebuah taman dengan bangku yang terbuat dari semen, duduk segerombolan senior dari jurusan lain. Gue tahu kalau mereka senior karena mereka nggak pakai rok atau celana hitam. Ini jelas!! Walau gue nggak tahu apakah mereka lebih senior dari gue atau nggak. Mereka tertawa terbahak-bahak. Gue nggak tahu kenapa, sehingga gue memperhatikan dengan lebih seksama.

Okay, sekarang gue tahu apa yang mereka tertawakan. Mereka sedang mengumpulkan maba mereka yang super junior itu di bawah pohon rindang. Maba-maba itu dibiarkan duduk bersila tak beralas di atas tanah. Tapi, bukan itu bagian yang lucu-nya.

Dua orang maba laki-laki yang terpisah dari gerombolannya, sedang di disuruh untuk melakukan adegan berikut berkali-kali. Mereka berjalan dari arah yang belawanan, mereka kemudian tak sengaja bertabrakan hingga sebuah barang dari salah seorang jatuh ke lantai, keduanya lalu memungut barang yang jatuh itu secara bersama, mata mereka saling bertemu, mereka mulai berdiri dan berpegangan tangan, keduanya lalu berdansa, hingga tiba pada adegan terakhir. Salah seorang menopang dirinya dengan hanya satu kaki dan kaki lainnya diangkat ke udara dengan posisi tubuh dimiringkan. Sedangkan yang satunya menahan beban tubuh kawannya yang miring dalam pelukannya. Dan kemudian lalu mencium pipi temannya. Yaa, ini seperti adegan terakhir dalam dansa yang mungkin pernah loe tonton. Dan sesaat setelah adegan terakhir itu, sontak sorakan dan suara “tertawa terpaksa” terdengar dari mulut senior mereka. Hahahah..... bodoh!!!!! Apa yang lucu dari melihat dua orang maba yang polos melakukan apa saja yang diperintahkan oleh seniornya??!!!! Apakah para maba itu ingin mereka jadikan pelawak? Lalu untuk apa mereka ke kampus membawa beban yang berat dan berpakaian seperti apa yang kalian pinta?!!! Hahahah.... Bodoh!!! Gue semakin jengkel setiap kali mereka meminta maba itu melakukan adegan yang serupa, dan suara tawa mereka semakin memekakkan telinga.

Gue jadi teringat tentang apa yang gue pelajari di kelas, teori pembangunan negara berkembang. Ada yang mengatakan bahwa suatu negara tetap berkembang dan tak kunjung maju karena faktor manusia-nya yang bodoh, malas, dan segala hal yang bisa loe pikirkan sendiri. Sedangkan teori yang lain mengemukakan bahwa sebuah negara tetap terbelakang bukan karena faktor manusianya melainkan karena adanya sistem yang menginginkan mereka untuk tidak bisa maju, tetap terbelakang.

Gue menganalogikan para maba itu sebagai negara berkembang yang terbelakang dan perpeloncoan yang omong kosong itu sebagai sebuah sistem, dan mungkin senior mereka bisa dikatakan sebagai negara-negara maju yang kapitalis dan eksploitatif.

Para maba alias negara berkembang yang terbelakang ini akan tetap terbelakang jika mereka membiarkan diri mereka untuk terus ditindas oleh senior dengan melakukan apa saja yang senior katakan. Dan di sisi lain, kita melihat bahwa sekelompok manusia masih mempertahankan sistem perpeloncoan yang memuakkan itu dengan segala hal yang tidak etis di dalamnya. Sehingga, tak ada jalan lain selain melepaskan diri dari cengkeraman sistem omong kosong itu! Kita tunggu saja apa yang maba-maba ini akan lakukan!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun