Menanggapi fenomena “kutu loncat” para kader partai yang belakangan ini menjadi sorotan media dan publik, maka saya memiliki tanggapan seperti ini. Para kader partai yang kutu loncat itu adalah kader-kader yang tidak sungguh-sungguh memahami ideologi partai yang dia usung. Atau beranggapan bahwa menjadi kader partai itu bukan untuk berproses untuk bisa membantu program-program kesejahteraan rakyat, melainkan beranggapan bahwa dengan masuk partai adalah untuk mendulang kekuasaan dan keuntungan materi. Politisi kutu loncat itu hanya untuk mendapatkan kekuasaan dan memperkaya diri bukan untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat melalui program partai yang diusungnya. Kader seperti itu adalah kader yang orientasinya pragmatis dan oportunis.
Saat ini tercatat beberapa nama kader partai yang pindah ke partai lain seperti:
1.Ruhut Sitompul dari partai Golkar ke Demokrat
2.Dede Yusuf dari PAN ke Demokrat
3.Ali Mochtar Ngabalin dari PBB ke Golkar
4.Basuki Tjahaja dari Golkar ke Gerindra.
5.Dll……………
Menurut saya adalah dalih yang ngasal apabila seorang kader pindah partai dengan alasan kurang sepemahaman ideology. Tentu saja ini kan alasan yang tidak masuk akal karena sebelumnya kenapa kader tersebut mau masuk dan bergabung dalam partai itu? Alasan yang lebih tepat adalah karena sikap pragmatism tadi. Semenjak adanya aturan bahwa ideology partai harus pancasila maka secara umum semua partai sudah sama kecuali beberapa yang bernafaskan islam dan itupun tidak terlalu beda jauh.
Menurut salah seorang kader golkar menyatakan bahwa fenomena adanya kadernya yang berpindah ke partai lain disebabkan karena terlalu banyaknya kader-kader yang mumpuni di tubuh partai sedangkan sit atau posisi jabatan terbatas. Saya kira alasan ini kurang tepat juga. Seandainya partai memiliki rekruitmen yang jelas dan baku serta adanya pola pembinaan kader yang jelas, maka tidak akan ditemukan kader-kader kutu loncat.
Semua partai harus mulai instropeksi diri terhadap partainya sebelum kesalahan ini menjadi kegagalan yang brutal dalam sejarah politik Indonesia. Anggapan yang menyatakan bahwa bertambahnya jumlah anggota partai di tingkatan cabang menepis anggapan kader kutu loncat, menurut saya juga salah. Karena kader kutu loncat itu terjadi di tataran elit atau pusat yang dekat dengan kekuasaan bukan pada daerah atau tataran cabang.
Untuk mengatasi hal tersebut, saya kira perlu ada rambu-rambu yang mengatur kemungkinan kader kutu loncat. Diantaranya yaitu memperkokoh system kepartaian dan membatasi jumlah partai. Aturan-aturan ini tentu bisa mencegah adanya migrasi kader yang membuat citra politik jadi buruk. Ada juga beberapa kader yang bermigrasi partai untuk mendapatkan perlindungan politik ketika yang bersangkutan tersandung kasus, hal semacam ini untuk kepentingan proteksi hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H