illustrasi google.com
Transporatasi memungkinkan seseorang berpindah dari satu tempat ke tempat yang yang lain. Berdasarkan kepemilikanya trasportasi tentunya dibagi menjadi dua yaitu yang bersipat pribadi dan transportasi umum. Rumah bisa digambarkan sebagai tempat melepas lelah, berkumpul dengan orang -orang yang dicintai dan yang terpenting di rumahlah terbangun sebuah komunitas keluarga yang saling menyayangi.
Ada yang bilang bahwa hidup atau berumah ditempat yang dekat dengan sarana transportasi (Jalan raya, Bandara, Pelabuhan) itu sangatlah menyenangkan. ada benarnya juga pendapat seperti itu, hal ini tentunya dilatarbelakangi oleh kemudahan yang didapatkan dalam mengakses dan mendapatkan fasilitas transportasi tersebut. Seumpama ingin pergi kesuatu tempat, maka tinggal memakan waktu yang singkat dan kita segera mendapatkanya. Bagaimana dengan yang jauh? Susah tentunya. Makanya tidak hal yang aneh bila banyak orang berlomba-lomba membuat rumah mereka di dekat prasarana transportasi seperti ini, seumpama jalan raya.
Tapi ternyata, semua itu memiliki nilai tambah dan nilai kurangnya. Yang menjadi nilai kurangya adalah kenyamanan. Tentunya sangat bising bukan bila kita berumah di dekat Jalan raya. Kebisingan ini tentunya diakibatkan oleh suara mobil dan motor yang lalu-lalang. Ditambah lagi bagi mereka yang memegang budaya estetika yang tak jarang mengganti knalpot mobil dan motornya menjadi racing yang terkadang malah membuat suasana semakin bising.
Itu baru satu, hanya karena jalan raya saja. bagaimana kalau tiga jenis transportasi yang berbeda. Contohnya Bandara, Jalan raya, dan Kereta api? Pastinya makin bising bukan.dimalam hari kita membutuhkan ketenangan ketika ingin melepas lelah tapi karena kebisingan muka belakang, kita tak bisa mendapatkanya.
Setidaknya itulah yang saya rasakan berumah diantara tiga jenis transportasi yang berbeda. Tepat di depan rumah saya adalah Bandara udara raden inten II yang tampak semakin berkembang pesat saja dan sekaligus Jalan lintas Sumatra yang padat sementara tepat dibelakang rumah yang hanya berjarak tiga meter ada jalur Kereta Api yang hampir setiap jamnya hilir mudik membawakan batu-bara dari Muara Enim (dengan yang panjangnya yang hampir satu kilometer) menuju Pelabuhan Panjang serta kereta penumpang dari Palembang dan Kotabumi ke Tanjung Karang.
Yah tapi apa mau dikata. Itulah mungkin konsekuensinya. Jadinya diterima saja yang nantinya menjadi sebuah kebiasaan hingga tak dianggap lagi menjadi sebuah kebisingan dan sisi kurang tapi malah dianggap sebagai suatu seni dan hiburan pembuang suntuk. He,he
Salam transportasi,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H