Mohon tunggu...
Tonnly Mejuah Juah
Tonnly Mejuah Juah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

AAL IZZ WELL

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lagi: Makan 5 Bayar 3

21 September 2011   03:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:46 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin, saya dan teman teman berbicara pengalaman pengalaman menarik saat sedang berada didunia pendidikan. awalnya sih membahas isu tawuran yang sedang hot saat ini dan berujung pada kenakalan-kenakalan pribadi yang unik yang apabila diingat serasa memiliki sisi menarik juga, menjadi kebanggan juga.

Seperti yang sering disebutkan bang Napi bahwa kejahatan tidak hanya terjadi karena ada niat pelakunya tapi karena adanya kesempatan juga. Hal ini memang benar adanya tapi akan lebih komplit bila ditambah satu tambahan lagi, apa itu? Yah itu adalah karena terpaksa.

Dulu, bagi kami anak kost dan pelajar maka penomena makan 5 bayar 3 itu bukanlah hal yang aneh lagi. Bahkan ketika sudah tidak melakukan itu lagi, itu menjadi semacam kebanggaan tersendiri dalam hati, sebuah prestasi yang baik dan patut direward, mungkin karena berhasil mengelabui para penjualnya atau apalah.

Produk yang menjadi langganan untuk praktek makan 5 bayar 3 ini adalah produk produk yang tak dihargai mahal. Contohnya saja gorengan dan kue-kue saja. Kesempatan sebenarnya muncul karena ada sistem ambil sendiri tanpa kontrol dari penjual. Niat semakin besar karena kesempatan ada ditambah lagi peluang ketahuan juga minim karena banyaknya pelanggan jadi penjual tak mungkin bisa mengkontrol barang jualanya kecuali ia sudah menghitung terlebih dahulu.

Mungkin para penjual mengaplikasikan style semacam ini untuk menimbulkan kesan bebas dan nyaman dihati para pelanggangnya tapi sebenarnya malah menimbulkan kerugian bila tak segera disiasati.

Terpaksa adalah alasanawal berbuat seperti ini, biasa cerita lama, kiriman belum datanglah, paceklik menyeranglah, tugas membludaklah padahal kebanyakan karena manage keuangan yang tak bisa. Akhirnya ya itulah “mallebok” (istilah gaulnya dalam bahasa batak). Awalnya keterpaksaan karena ingin mengisi perut menjadi sebuah kebiasaan yang tak tersaring lagi. Ada atau tidak ada duit akan tetap melakukanya. He,he,he. Dan biasanya akan berhenti sendiri ketika sudah beranjak dewasa.

Siapa sih sebenarnya yang mau mempermalukan dirinya dengan mengadopsi tindakan tersebut, tidak ada saya kita. tapi itu tadi, karena ada kesempatan yang besar maka menumbuhkan niat serta didorong oleh rasa keterpaksaan. kegiatan ini merupakan kegiatan yang tak baik,dimana kita berusaha menipu, membohongi penjualnya walaupun jumlahnya sangat minim tapi yang dimata hukum hanya ada dua sisi yaitu salah atau benar tak ada abu abu, seyogianya. mudah mudahan pengalaman ini tidak terbawa bawa sampai kekehidupan saat ini dan akan datang.

Di bis hal yang hampir sama juga bisa terjadi. Dimana ada beberapa penumpang yang naik tapi hanya satu atau sebagian dari mereka yang bisa disebut penumpang, selainya disebut dengan istilah sewa batu. Sewa batu adalah orang yang naik bis tapi tak membayar ongkos. Ini biasanya akan terjadi bila saling kenal, karena orang pasaran juga atau karena merasa free man juga.

Apakah anda pernah melakukanya juga? Ngaku aja, nggak apa apa kok?

Salam sayang,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun