Mohon tunggu...
Tonnly Mejuah Juah
Tonnly Mejuah Juah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

AAL IZZ WELL

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Albatross = Kutukan? Awas

20 November 2010   01:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:27 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12902183071277534565

[caption id="attachment_75907" align="alignleft" width="300" caption="illustrasi google.com"][/caption]

Apa anda akan lakukan bila anda dikutuk?? Pastinya anda akan menderita bukan! Mengapa seseorang dikutuk tentunya bukan tak berdasarkan alasan. Kalau malin kundang dikutuk menjadi batu itu tentunya dikarenakan sifatnya yang mengakui keberadaan ibunya sendiri. seandainya si Malin pada saat itu diberi kesempatan untuk bertobat mungkin saja ia tak jadi batu, tapi terkadang kesempatan kedua itu jarang sekali.

Seorang pelaut dan juga kapten kapal berangkat dari pelabuhan menuju sebuah tujuan yang sudah terekam dikepalanya, tapi apa daya kadang kenyataan tak selalu sama dengan yang direncanakan. Begitu juga dengan harapan sang kapten. Maunya kesini malah terbaga kesana. Mereka terbawa oleh ombak besar sampai ke laut Antartika, tempat yang tak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Tapi yang namanya rejeki memang pasti selalu ada, beruntung sekali kehadiran burung albatross yang dilambangkan sebagai roh penyelamat memberi mereka direksi pad mereka (kapten dan kru) hingga mereka tiba kembali ke pada jalur yang mereka rencanakan. Tapi apa daya bila sang kapten yang tak tau terima kasih itu malah menembak mati burung penyelamat (albatross) tersebut hingga mati dan jatuh ditanganya.

Pada awalnya burung itu sangatlah diagung-agungkan para kru kapal tersebut atas apa yang telah dilakukan sang burung, tapi mengetahui bahwa sang burung telah tiada akibat perbuatan sang kapten mereka, para kru pun marah besar dan yakin bahwa akan ada kemalangan datang pada mereka. merekapun memaksa kapten kapal tersebut mengalungkan burung itu di lehernya sendiri. hal ini dilakukan agar sial-sial burung tesebut hanya terjadi pada sang pembunuhnya saja yaitu sang kapten, bisa diibaratkan juga sebagai rasa penyesalan/ minta maaf akan perbuatan yang telah dilakukan sang kapten.

Setelah peristiwa itu, keadaanpun semakin tak terkendali. Lagi-lagi badai besar menghantam kapal mereka dan membawa mereka pada sebuah lautan yang tak mereka ketahui sebelumnya. Di lautan ini pulalah mereka menemukan sebuah kapal berpenghuni hantu dan roh-roh lelautan.

Di dalam kapal tersebut para roh sedang bermain dadu. Dadu digunakan sebagai alat penentu siapa korban (nyawa) yang akan mereka ambil terlebih dahulu, dan seterusnya dan seterusnya sampai semuanya habis. Akibatnya satu-persatu para kru kapalpun mati dan tinggallah sang kapten kapal sendiri. Hidup sendiri ditengah lautanlah yang menjadi hukuman bagi sang kapten, hukuman itu jauh lebih berat dibandingkan kematian sekalipun.

Tapi apa boleh dibuat ternyata kesempatan kedua masih diberikan pada sang kapten ini. Di suatu saat ia meliat seekor binatang laut yang aneh dan tak diduga ternyata keanehan binatang ini membuat sang kapten tabjuk dan mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan ketabjukanya pada binatang tersebut. Spontan burung albatross yang terikat dilehernya pun dengan segera terputus pertanda bahwa kutukan telah lepas dan semua kru yang telah matipun kembali hidup kembali dan membawa kapal ke tempat yang aman. Ditempat yang aman sang kaptenpun ditinggalkan sendiri sementara kapalnya berlayar dengan sendirinya dan tenggelam entah dimana. Tak berselang dari itu, sang kaptenpun ditolong oleh seorang petapa.

Sejak saat itu, si kaptenpun berusaha menceritakan kejadian dan pengalaman yang telah ia dapatkan pada setiap orang yang ia temui. Hal ini ia lakukan agar jangan sempat ada orang lain selain dirinya yang merasakan yang pernah ia alami yang begitu menyakitkan.

Let’s only mariner felt it!!

Salam perjuangan,

The Rhime of the Ancient Mariner by ST.Coleridge

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun