Penulis :
- Ananda Maida Septiana
- Meitsnanisa Khoiri
- Ahmad Adib Mustofa
- Miqdad Jabbar
- Raihan Rafi
- Amar Hamzah
Dalam pembagian waris pastilah banyak problem problem yang akan dihadapi oleh ahli waris Ketika sang pewaris tersebut telah meninggal dunia, antara lain :
Pertama: Tak setuju dengan fatwa waris. Fatwa waris adalah berisikan penetapan siapa ahli waris, ahli waris yang berhak menerima warisan, Berapa Harta waris dan berapa bagian masing-masing ahli waris. Kedua: Dihalang-halangi saat pembagian waris. Orang yang mempunyai hubungan sebagai ahli waris berhak untuk menerima harta warisan, namun masih ada diantara ahli waris yang lain yang menghalang-halangi untuk dibagikan. Ketiga: Pewaris Pologami. Harta bersama masing-masing terpisah dan berdiri sendiri. Istri Pertama dari harta bersama selama perkawinan. Istri kedua 1/3 dari harta bersama, demikian juga istrei pertama. (Ps.94 KHI).
Keempat : Pewaris Tak Menikah, Yang berhak adalah ayah dan ibunya. Jika ayah ibunya meninggal, maka yang berhak saudara kandungnya. Kelima: Sudah Cerai, Berhak Terima Warisan ?. Jika habis masa iddah tidak saling mewarisi, masih dalam iddah saling mewarisi. Keenam: Wasiat lebih besar dari jatah ahli waris. Wasiat tak boleh lebih dari 1/3 kecuali semua ahli waris setuju.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik kewarisan disebabkan karena keserakahan ahli waris, adanya kesalahpahaman, dominasi ahli waris tertua yang ingin mendapatkan lebih banyak bagian dan pembagian harta melalui hibah atau wasiat yang tidak merata. Penyelesaian konflik kewarisan dapat dilakukan melalui jalur litigasi yaitu penyelesaian sengketa di pengadilan atau jalur non litigasi yang dilakukan di luar pengadilan seperti melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat atau pemerintah setempat untuk memediasi pihak yang bersengketa. Beberapa upaya dapat ditempuh untuk mencegah konflik kewarisan seperti pembagian harta dilakukan saat pewaris masih hidup, mengedepankan musyawarah untuk mufakat dalam pembagian harta warisan dengan berdasarkan kaidah hukum Islam, meningkatkan penyuluhan atau sosialisasi terkait pembagian harta warisan kepada masyarakat dan melakukan pembagian harta warisan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Ilmu mawaris mempunyai kedudukan yang sangat agung dalam Islam. Ia menjadi solusi efektif berbagai permasalahan umat terkait pembagian harta waris. Kala ilmu mawaris diterapkan secara baik, maka urusan hak adam akan terselesaikan secara baik. Semua ahli waris akan mendapatkan haknya secara proporsional.
Waris dalam Islam juga memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan keluarga. Ketika seseorang meninggal dunia, ada risiko konflik di antara anggota keluarga terkait pembagian harta. Dengan adanya sistem warisan yang adil, semua anggota keluarga dapat merasakan keadilan.
Apabila harta pewaris tidak habis dibagi (kelebihan) atau terdapat kekurangan dalam pembagian, maka masalah tersebut dipecahkan dengan cara aul dan rad. Aul untuk penyelesaian kekurangan dalam pembagian harta warisan pewaris, sedangkan rad merupakan metode untuk menyelesaian kelebihan dalam pembagian harta pewaris.
Pengaturan mengenai aul dan rad ini terdapat dalam Pasal 192 dan Pasal 193 Kompilasi Hukum Islam (KHI), dimana pemecahan secara aul dengan membebankan kekurangan harta yang akan dibagi kepada seluruh ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing dengan menaikkan angka penyebut sesuai atau sama dengan angka pembilangnya. Sedangkan rad yaitu dengan mengembalikan sisa kelebihan harta kepada ahli waris yang ada sesuai dengan kadar bagian masing-masing secara berimbang di antara mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H