Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak mejadi dewasa. Dalam masa ini, para remaja mulai mengeksplorasi apa yang ada di sekitarnya dan berusaha mencari jati dirinya. Pola pikir remaja menjadi lebih kritis yang membuat rasa ingin tahunya semakin tinggi. Ditambah dengan mulai aktifnya hormon-hormon dalam tubuh, khususnya hormon seksual. Dengan aktifnya hormon-hormon seksual pada remaja, mereka mulai memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis. Terlebih dengan keinginan eksplorasi yang semakin tinggi, ketertarikan mereka terhadap lawan jenis pun juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya edukasi tentang hal tersebut, yaitu pendidikan seks atau sex education.
Pendidikan seks tidak hanya mengajarkan tentang alat kelamin dan hubungan seksual saja, melainkan juga mengajarkan hal penting lainnya, seperti masalah dan penyakit yang dapat menyerang alat kelamin dan faktor-faktornya, pemahaman mengenai kehamilan dan kelahiran, risiko-risiko dari seks bebas, dan lain-lain. Dengan memberikan pendidikan kesehatan seksual kepada remaja, dapat membuat mereka memahami hal-hal tersebut.Minimnya pemahaman mengenai seks membuat maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja, bahkan anak-anak. Hal ini karena rasa penasaran yang dimilikinya sehingga membuat anak mencari tahu sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya pendidikan seks sejak dini oleh orang tua karena orang tua merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak.
Terdapat beberapa alasan mengapa pendidikan seks menjadi penting.
Menghindari tingkat kehamilan remaja.
Kehamilan remaja membawa banyak dampak negatif, baik bagi kesehatan remaja dan bayinya maupun sosial dan ekonomi. Kehamilan pada usia muda atau remaja berisiko menyebabkan kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah (BBLR), pendarahan persalinan, yang dapat meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi. Â Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa angka kematian neonatal, post-neonatal, bayi dan balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan pada ibu usia 20-39 tahun.
Selain itu, dilihat dari sisi psikologis, remaja dengan kehamilan tidak diinginkan merupakan masalah yang menyebabkan stres. Sumber stres yang utama antara lain, aib karena hamil tanpa menikah, merasa berdosa karena menggugurkan, berpacu dengan waktu karena hamil makin besar. Ia akan merasa semakin tertekan karena takut menyampaikan pada orang tua, tersisih dari keluarga karena hamil, dianggap abnormal dalam pergaulan. Pada kehidupan sosialnya pun remaja akan gagal menikmati masa remajanya dan akan menerima sikap ungkapan yang negatif karena dianggap memalukan, yang dapat menimbulkan sikap penolakan remaja terhadap bayi yang dikandungnya (Sri Mukhodim: 2015).
Mengantisipasi aksi pelecehan seksual
Aksi pelecehan seksual dapat dicegah dengan adanya pendidikan seks sejak dini. Anak akan diajarkan mengenai bagian mana saja dari tubuhnya yang tidak boleh disentuh atau bahkan dilihat oleh orang lain tanpa seizinnya dan untuk tidak sembarangan menyentuh bagian privat orang lain. Selain itu, anak juga harus diajarkan mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap orang lain serta risiko yang terjadi apabila melakukan pelecehan seksual. Anak harus diajari tentang pendidikan seks sejak dini dengan harapan akan diingat sampai kapan pun.
Agar anak mengenal tubuhnya
Pendidikan seksual sejak dini dinilai penting untuk anak agar bisa mengenal anatomi tubuh, terutama alat reproduksi mereka. Dengan mengerti bahwa bagian tubuh tertentu tidak boleh dipegang orang lain, anak akan menghormati pula bagian tubuh orang lain. Sehingga ia tidak akan mengintip atau berusaha memegang bagian tubuh orang lain yang terlarang. Ia juga akan mengerti bahwa jika dipaksa melakukan itu, ia berarti sedang mengalami bahaya.
Mengajarkan anak untuk berani berkata tidak
Pentingnya pendidikan seksual sejak dini yang tak boleh diremehkan adalah mengajarkan anak untuk mengatakan 'tidak' saat mereka diajak untuk berhubungan seksual di luar nikah atau kegiatan lain yang melecehkan dirinya. Dalam pendidikan seks, anak-anak dibekali dengan pengetahuan tentang akibat, risiko, dan bahaya dari tindakan pelecehan seksual, penyakit menular seksual, hingga risiko hamil di usia muda. Berbagai hal ini dapat membuat anak belajar untuk menolak saat mereka diajak berhubungan seksual berisiko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H