Sudah 2 Minggu lebih, pemerintah kota Bekasi mengumumkan status PSBB. Selama itu pula, komplek tempat tinggalku menerapkan sistem 1 pintu untuk mengawasi orang yang keluar dan masuk komplek. Asalnya, komplek tempat tinggalku memiliki 2 pintu gerbang untuk orang keluar masuk. Kini, satu pintu gerbang ditutup.Dua pintu kecil yang menghubungkan komplek dengan perumahan sebelah juga ditutup.
Jika sebelumnya ada tukang perabot, tukang mainan, ondel-ondel pengamen, dan tukang odong-odong yang meramaikan suasana komplek (apa kabarnya mereka ya?), kini hanya penjual makanan yang boleh masuk. Itu pun, mereka harus mau mencuci tangan dan rela disemprot dengan desinfektan.
Kurir dari jasa pengiriman dan tukang ojek (baik ojek pangkalan maupun ojek daring) hanya bisa sampai di gerbang komplek. Di gerbang komplek, ada sebuah meja besar yang ditunggu oleh 2 orang sebagai tempat penitipan barang dari kurir jasa pengiriman. Bila ada paket, kurir akan menelpon penerima dan memberi tahu bahwa paketnya dititipkan di pos gerbang.
Selama 2 minggu ini, aku jadi berfikir 2 sampai 3 kali sebelum memesan barang (terutama makanan) secara daring. Pertama, aku malas mengambilnya di pos gerbang. Aku yang biasanya menerima paket sambil duduk-duduk di rumah kini harus mengumpulkan semangat untuk mengambilnya di pos gerbang.
Alasan kedua, nggak enak saja sih, sama yang jaga pos kalau beli makanan. Udah nitip, masak nggak ngasih? Padahal aku belinya juga cuma ngepas untuk berdua dengan suamiku. Kalau belinya dilebihin, uangku yang nggak cukup. Tapi kalau paket-paket buku dari penerbit sih jalan terus. Bagaimanapun, dari berjualan buku itulah aku mendapat penghasilan.
Kalau di dalam komplek, orang jarang menggunakan masker. Tapi kalau mau keluar komplek, wajib pakai masker. Kalau tidak, petugas di gerbang komplek yang akan menegur. Penjual makanan yang masuk dalam komplek juga harus pakai masker. Walaupun kondisinya sudah seperti ini, masih saja ada orang dewasa yang memakai masker karena takut 'dimarahi'. Aku jadi tidak heran kalau banyak orang yang mengenakan helm semata-mata karena takut ditilang.
Sekarang anak-anak juga jarang yang bermain di luar rumah. Orang dewasa juga jarang yang berkerumun di jalanan bahkan di tukang sayur yang mangkal di depan musola. Sekarang, kebanyakan ibu-ibu berbelanja sekali banyak. Sehingga tidak setiap hari mereka berbelanja.
Itu cerita dari komplek tempatku tinggal.
Apakah itu berlaku untuk tempat di Kota Bekasi? Rasanya tidak. Jalanan masih ramai ketika sore hari menjelang magrib. Mungkin mereka adalah orang-orang yang pulang kerja atau sedang keluar mencari makan. Kios-kios pedagang yang tidak menjual kebutuhan pokok masih ada yang buka, berharap ada pembeli yang bisa menambah omset mereka. Pemerintah sudah menetapkan untuk memperpanjang masa PSBB dan akan menerapkan aturan yang lebih ketat.
Hidup sepertinya menjadi lebih sulit setelah virus Corona. Pemasukan di rumah tanggaku tidak selancar sebelumnya. THR hanya tinggal angan-angan. Aku dan suami masih menjalani hari demi hari kami dari penghasilan yang ada.