Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menjajal Kereta Lokal Jakarta-Purwakarta dari Stasiun Tambun ke Stasiun Kosambi

10 November 2019   16:38 Diperbarui: 10 November 2019   16:53 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
karcis KA Walahar Ekspress (dokumentasi pribadi)

Ada yang pernah menumpang kereta lokal Jakarta-Purwakarta? Atau itu adalah transportasi sehari-hari?

Sabtu kemarin, karena suami libur, kami pergi ke rumah teman kami di Karawang menggunakan kereta lokal Jakarta-Purwakarta. Setelah 2 tahun tinggal di Bekasi, baru kali ini aku bepergian dengan kereta lokal Jakarta-Purwakarta. Karena kereta ini tidak berhenti di stasiun Bekasi, maka kami berangkat dari stasiun Tambun yang jaraknya kurang lebih 5 km dari rumah kami.

Kami sampai di Stasiun Tambun sebelum pukul 10. Saat itu antrian di loket kereta lokal sudah mengular sampai berbelok di gate tap out. Yang pertama membuatku heran, adalah parkirannya. Tidak seperti di Stasiun Bekasi, tidak ada mesin struk di stasiun Tambun. Petugasnya sih berseragam. Namun pengunjung yang menaruh motor di situ, tidak mendapat tanda parkir.

Kami kemudian mengantri untuk membeli tiket KA Walahar Ekspress yang berangkat ke Purwakarta pukul 10.52 dari Stasiun Tambun. FYI, Stasiun Tambun adalah stasiun kecil. Lebih kecil daripada stasiun Bekasi. Bangunannya benar-benar lebih kecil dari Stasiun Padalarang yang juga hanya melayani pemberangkatan kereta lokal.

Kereta yang berhenti di Stasiun Tambun hanyalah KRL Cikarang-Jakarta Kota dan kereta lokal Jakarta -- Purwakarta (KA Jatiluhur, Cimalaya Ekspress, dan Walahar Ekspress). Sepertinya, sedang ada pembangunan untuk memperbesar stasiun Tambun ini. Sudah nampak bentuk bangunan yang seperti di stasiun Klender, Buaran, atau Bekasi Timur tapi belum selesai.

Bangunan yang digunakan sebagai loket karcis di Stasiun Tambun merupakan bangunan cagar budaya. Ini terkait dengan Gedung Juang yang terletak di depan stasiun Tambun. Pada masa perang kemerdekaan, Gedung Juang Tambun digunakan sebagai tempat perundingan pertukaran tawanan perang.Serdadu Belanda yang ditangkap oleh pejuang di Bekasi dikembalikan ke Batavia dari stasiun Tambun ini. Itu yang aku baca dari beberapa situs di internet.

Pukul 10.55, kereta yang kami tumpangi berangkat ke timur. Kereta yang pemberangkatan awalnya dari stasiun Tanjung Priok ini sudah penuh sejak berhenti di Stasiun Tambun. Alhasil, kami berdiri di sela-sela kursi gerbong tepat di depan AC. Sayangnya, suhu udara yang memang sedang panas-panasnya ditambah gerbong kereta yang padat menyebabkan udara yang berhembus dari AC tidak terasa. Intinya, tetap panas!

Penumpang baru banyak yang turun ketika kereta sudah mencapai Stasiun Karawang. Aku masih melanjutkan perjalanan sampai Stasiun Kosambi. Lumayan deh, bisa duduk sebentar.

Ketika sampai di Stasiun Kosambi, aku takjub karena langsung bisa melihat jalan kampung. Benar-benar rel kereta merupakan ujung dari jalanan itu. Gedung stasiunnya, mirip dengan gedung di Stasiun Cisaat, Sukabumi. Hanya sebuah bangunan 1 loket, dan tempat duduk untuk penumpang menunggu kereta di depannya.

"Njenengan lagek pisan niki numpak kereta lokal, po, Mbak?" (kamu baru sekali ini naik kereta lokal?) tanya teman yang aku kunjungi saat aku mengeluhkan perjalananku itu.

Sebetulnya, saat aku tinggal di Padalarang aku naik KRD Bandung Raya ke Kiara Condong hampir setiap minggu. Saat puasa, aku malah bisa ke Kiara Condong setiap hari. Tapi rasa-rasanya aku tidak semenderita ini, deh, dulu.

Dan sepertinya, aku tahu penyebabnya...

Pertama, karena di KRD Bandung Raya aku selalu mendapat tempat duduk.

Padalarang adalah ujung dari perjalanan KRD Bandung Raya. Jadi kalau berangkat dari Padalarang, aku selalu mendapat tempat duduk di tempat yang strategis untuk tidur atau membaca buku di sepanjang perjalanan yang memakan waktu 1 jam. Ketika berangkat dari Kiara Condong, aku kadang-kadang berdiri kalau ke Padalarang pada Senin pagi. Tapi cuma sebentar. Soalnya, setelah tiba di Stasiun Bandung, yang hanya 2 stasiun dari Kiara Condong, orang-orang banyak yang turun. Kereta menjadi lengang. Akupun bisa duduk dengan nyaman.

Kedua, suhu udara di Bandung tidak sepanas di sini.

Ya sepanas-panasnya di Bandung, selalu lebih dahsyat suhu udara di Bekasi -- Karawang sini. Jadi ya, beginilah.

Yang pasti menurutku, pelayanan kereta lokal harus berbenah. Bukan sekadar pembelian tiketnya yang bisa lewat aplikasi. Namun bagaimana kenyamanan penumpang perlu diperhatikan. Iya sih, bayarnya cuma 6 ribu perorang sekali perjalanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun