Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Warisan Pak Habibie

13 September 2019   09:40 Diperbarui: 13 September 2019   09:50 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Detik-detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi (dokumentasi pribadi)

Hari Kamis kemarin sampai hari Sabtu nanti adalah hari berkabung nasional. Kantor-kantor dan masyarakat dihimbau untuk mengibarkan bendera setengah tiang. Seorang putra bangsa yang pernah menjabat sebagai presiden, BJ Habibie, meninggal dunia Hari Rabu kemarin (11/9/2019).

Habibie diangkat menjadi presiden pada bulan Mei 1998 sampai Oktober 1999. Saat itu usiaku masih 8 tahun. Tidak mengerti apa yang terjadi dan tidak punya ingatan khusus tentang beliau. Kecuali beliau adalah orang yang luar biasa pintar sehingga semua anak harus punya cita-cita menjadi profesor seperti Pak Habibie.

Aku kemudian mencari tahu perjalanan beliau saat menjadi presiden dengan membaca buku Detik-detik yang Menentukan: Perjalanan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi setelah membaca kolom opini yang ditulis oleh Made Supriatma di tirto.id dan Puthut EA di mojok.co. 

Walaupun menurutku bahasa yang digunakan agak susah aku pahami (ini kelemahanku ketika membaca buku lama), terlalu banyak teks-teks pidato, kutipan surat kabar, dan rapalan doa (kenapa nggak ditulis di lampiran aja, sih?), dan berat secara materi (untung aku membacanya di perpustakaan sehingga tidak ada godaan untuk membaca sambil tidur-tiduran) tapi buku ini memberiku banyak wawasan yang paling tidak bisa aku terapkan pada diriku sendiri.

Buku ini ditulis oleh Pak Habibie seperti beliau menulis buku catatan harian. Buku ini tidak hanya berisi tentang politik tapi juga tentang apa yang beliau rasakan serta bagaimana proses beliau mengolah pemikirannya dan menghasilkan keputusan. Memang karena isinya yang seperti itulah kita bisa belajar banyak tentang kebijaksanaan beliau.

Dalam buku ini, Habibie menyampaikan masalah yang dia hadapi dengan rinci, memaparkan beberapa alternatif solusi dan akibat yang ditimbulkan, serta memberi alasan mengapa satu solusi yang diambil lebih baik dari solusi yang lain. Ini membuat aku sebagai pembaca, belajar tentang problem solving.

Prolog buku ini sangat menarik. Aku kutipkan ya,

"Prahara kembali menghantam bangsa Indonesia dalam siklus 30 tahunan. Kemelut politik pada pertengahan dekade 1960-an kembali terulang menjadi krisis multidimensional yang diawali dengan adanya krisis moneter pada pertengahan 1997.

....

Memasuki dasawarsa 1990-an, pemerintah orde baru mulai menampakkan kekurangan-kekurangannya yang mendapat kritik tajam karena pemerintah terlalu sentralistis, serta munculnya korupsi, kolusi, dan nepotisme secara signifikan. Tetapi semua kritik tersebut tidak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah saat itu."

Familiar nggak dengan situasi ini? Ini sudah hampir 30 tahun sejak 1990, dan sepertinya, korupsi sedang menjadi topik yang hangat dibicarakan di masyarakat karena hal-hal yang bisa kita baca di banyak media (aku kok tiba-tiba menjadi merinding, ya).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun