Cerita bersambung ini diadaptasi dari naskah pertunjukan Agus Noor berjudul Hakim Sarmin
Â
Dokter Putra Setyanegara berjalan memasuki ruang aula. Dia berjalan pelan. Raut mukanya tampak layu. Ini pukul 7 malam dan dia masih di rumah sakit. Padahal dr. Putra mulai praktek pukul 7 pagi tadi.
Namun ini malam yang istimewa. Malam ini dr. Putra tidak menggunakan jas putih yang sejak pagi dipakainya. Sekarang dia mengenakan kemeja putih, jas berwarna hitam yang panjang dan meruncing di bagian belakang, dan dasi kupu-kupu berwarna merah menyala.Â
Walaupun tampak lelah, dia berjalan dengan tegap dan penuh gaya. Di tangannya terdapat sebuah tongkat pendek. Dia berhenti di tengah ruangan. Di depan sekelompok orang yang sudah berbaris rapi. Dia siap memimpin paduan suara malam ini.
Para penyanyinya mengenakan jubah panjang berwarna hitam seperti toga kelulusan mahasiswa. Dengan komando dari dr. Putra, mereka mulai bernyanyi. Mereka bernyanyi dengan serius dan terkesan megah.Â
Dr. Putra sebagai dirigen tampil dengan penuh gaya dan atraktif. Sampai lagu selesai, paduan suara ditutup dengan gaya megah. Dr. Putra langsung membungkukkan badan memberi hormat kepada penonton.
Seusai pertunjukan, Pak Walikota dan sekertarisnya masuk ke belakang panggung menemui dr. Putra.
"Selamat Dokter, Anda luar biasa..." kata Pak Walikota sambil menjabat tangan dr. Putra.
"Terimakasih. Sungguh kehormatan bagi saya. Pemimpin Kota yang sangat sibuk seperti Bapak mau menyempatkan diri datang ke sini untuk menonton pertunjukan kami," sambut dr. Putra dengan senyum.
Dr. Putra mengibaskan tangannya untuk memberi kode agar kelompok paduan suaranya membubarkan diri. Kelompok berjubah hitam itu pun bubar dan menjauh dari dr. Putra yang sedang ada tamu. Hanya ada satu orang yang tetap tinggal dan sibuk dengan dirinya sendiri.