Seorang gadis berlutut di depan pintu rumahnya. Di lehernya, tergantung sebuah kalung bertuliskan Nayla. Dia menundukkan kepala dan telapak tangannya saling menggenggam erat. Berkali-kali dia memohon hujan yang sedang berlangsung segera reda. Sayangnya, hujan tampak masih punya banyak stok air untuk ditumpahkan. Bukannya mereda, hujan malah turun semakin deras. Nayla menghirup udara sedalam yang dia mampu dan menghembuskannya perlahan-lahan.
Nayla berdiri dan melihat suasana di luar rumah. Ini hari ketiga hujan turun dengan deras tanpa henti. Langit berwarna abu-abu pekat. Pohon kelapa dan melinjo yang ada di depan rumah melambai ke kanan dan ke kiri mengikuti arah angin. Air hujan sesekali mengetuk jendela kaca dengan keras. Halaman rumahnya, sudah sepenuhnya tergenang oleh air.
Nayla kemudian duduk di kursi yang terdapat di ruangan depan dan menyambar ponsel yang tergeletak di meja depan tempatnya duduk. Daerah tempat gedung sekolahnya berada, sudah terendam banjir. Foto-fotonya banyak dibagikan di group WA kelas Nayla. Beberapa orang teman Nayla bahkan sudah mengungsi ke daerah lain karena rumahnya terendam air.
Nayla meletakkan kembali ponselnya di meja dan menutup wajahnya dengan tangannya. Dia takut kalau sampai rumahnya terendam air dan dia harus tinggal di pengungsian. Nayla tidak suka menggunakan toilet umum. Dia bahkan tidak pernah ikut pramuka karena tidak bisa tidur di tenda. Dalam hati, dia berdoa lagi supaya hujan lekas reda dan langit kembali biru. Dalam posisi seperti itu, Nayla kemudian tertidur.
Saat terbangun keesokan harinya, gadis itu sudah berada di perahu karet bersama neneknya yang memeluknya erat. Gadis itu mengucek matanya dan memperhatikan sekelilingnya yang sudah dipenuhi oleh air. Dia terperanjat beberapa saat setelahnya, ketika semua nyawanya sudah terkumpul dan memahami bahwa rumah dan segala yang dia miliki terendam oleh air. Gadis itu kemudian menangis dan memeluk neneknya lebih erat.
Sang nenek menepuk-nepuk pundak Nayla. Awalnya pelan-pelan, kemudian Nenek Nayla mengguncang-guncangkan tubuh Nayla. Nayla tersentak. Sekejap kemudian dia membuka matanya. Dia mengedip-kedipkan matanya dan memandang sekelilingnya. Dia melihat neneknya yang berdiri di sampingnya sambil tersenyum. Dia melihat ponselnya yang ada di atas meja. Dia melihat rumahnya yang masih utuh. Segera dia memeluk neneknya sambil menangis tersedu-sedu. Nenek menyeka air mata dan keringat yang membasahi dahi Nayla.
Nenek mengajak Nayla untuk makan siang. Saat melintasi jendela depan, Nayla melihat warna abu-abu yang mulai memudar di langit. Dia juga melihat hujan yang mulai merintik. Seketika dia tersenyum. Sepertinya, hujan deras akan berlalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H