"Kok dia ni gini yah?" gumamku.
Suamiku yang sedang membaca buku mengalihkan pandangannya ke arahku. Aku kemudian menunjukkan sesuatu di ponselku.
Jadi, aku sedang berbalas komentar dengan seseorang di Facebook. Dia menulis status tentang jumlah pengangguran yang meningkat (aku tidak tahu dari mana dia dapat kesimpulan itu padahal menurut Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri, pengangguran tahun 2018 menurun jumlahnya), banyaknya perusahaan di Indonesia yang mempekerjakan pekerja asing (dia juga tidak menjelaskan sebanyak apa pekerja asing di sini), dan mempertanyakan lapangan pekerjaan untuk dia padahal dia sudah sekolah tinggi.
Orang ini mempertanyakan lapangan pekerjaan buat dia kan? Kemudian aku ajak dia ikut bursa kerja yang diadakan di alun-alun kota besok. Dia menjawab dengan, "banyak pekerja asing kagak?"
Itu masalah penting banget ya?
Maksudku, kamu butuh pekerjaan kan? Ya itu ada bursa kerja. Terus apa hubungannya dengan pekerja asing? Kalau memang merasa punya pendidikan tinggi dan punya kemampuan, kenapa harus khawatir dengan pekerja asing?Â
Yakin deh, kalau kamu punya kemampuan yang sama dengan orang asing, kamu bakal lebih dipilih pasti. Soalnya negosiasi bayaran bisa lebih mudah.
Kalau memang ada orang asing yang ikut bursa kerja, ya lakukan sesuatu donk supaya dirimu tampak lebih bersinar daripada Si Orang Asing ini. Misalnya kita bersaing menjadi marketer untuk sebuah perusahaan.Â
Orang asing memiliki keunggulan bisa berbahasa Inggris sehingga memungkinkan dia untuk memasarkan produk ke luar negeri. Ya kita belajar bahasa Inggris, donk. Kalau perlu belajar juga bahasa Perancis atau bahasa Cina. Jadi kita lebih berkemampuan dari orang asing ini.Â
Oke deh, aku masih sabar dan menjawab, "Kenapa harus nanyain pekerja asing ada atau enggak? Kalau emang butuh pekerjaan dan memenuhi kualifikasi kenapa gak didatengin?"