Setelah melalui liku-liku perbukitan dari perbatasan Bandung Barat - Purwakarta hingga masuk kecamatan Padalarang, sekitar pukul setengah 9 -- an aku dan suamiku, yang berkendara motor dari Bekasi, tiba di lampu merah jln Simpang Utara, dekat gerang tol Padalarang Timur. Mulai dari situ, jalanan padat merayap.
"Ni jalanan ya, gak hari biasa, gak hari libur, macet mulu," keluhku.
"Kamu dulu sempet akrab sama jalanan ini, yah?" tanya suamiku.
"Iya banget," kataku. "Dulu pas tinggal di Padalarang kan bank tempat aku jadi nasabah yang cabang Padalarangnya tutup. Jadi kalo ada urusan harus ke cabangnya yang di daerah Cibabat. Hampir di ujung jalan ini."
Selama perjalanan melintasi jalan raya Cimareme, menyusuri Jln Amir Machmud yang membelah kota Cimahi, hingga sampai ke jalan Jendral Sudirman yang sudah memasuki Kota Bandung, aku sibuk memperhatikan kiri kanan. Aku mengenang masa-masa saat aku masih sering menyusuri jalanan ini. Tidak banyak yang berubah dari jalanan ini.
Lampu lalu lintas di pertigaan yang menuju ke arah Batujajar masih mati walaupun sudah lewat jam 7 pagi. Angkot-angkot masih suka berhenti dimanapun dia mau. Dan pembatas jalan dari plastik masih ada di depan Transmart.
Walau begitu, bangunan di kanan dan di kiri jalan ada yang berubah. Rumah Makan Kiambang Raya jadi tambah besar. Bakso Istigfar yang di depan Transmart sepertinya sudah tutup. Di dekat McD ada Warung Steak and Shake. Yah, selama waktu berjalan, semuanya memang tidak pernah sama.
Saat aku bekerja selama hampir 2 tahun di Padalarang, nenekku masih sehat dan tinggal di Bekasi. Hampir seminggu sekali aku ke Bekasi naik Argo Parahyangan dari Stasiun Cimahi ini. Kalau aku tak muncul-muncul di stasiun itu karena aku bepergian ke tempat lain menggunakan moda transportasi lain, mereka dulu menyapaku seperti itu.
Di akhir masa kerjaku di Padalarang, manajemen merubah peraturan. Jam kerja di hari Sabtu diperpanjang. Aku tidak lagi pergi ke Bekasi pada hari Sabtu siang. Aku pergi hari Minggu pagi dengan kereta pertama pukul 5 pagi.Â
Aku biasanya nebeng tetanggaku yang ke pasar. Bukan pukul 4 pagi, tapi kami berangkat dari rumah pukul 3 pagi. Sampai di sana bisa jam 4 kurang. Awalnya, petugas stasiun hanya menawariku minuman hangat dan makanan kecil. Biar gak kedinginan, katanya. Setelah berkali-kali, mereka memperbolehkan aku menunggu di ruang kantor mereka.