Kita bisa melewatkan ketupat dan opor saat lebaran. Tidak ada yang melarang kita untuk makan bakso, misalnya, di siang hari pada tanggal 1 Syawal. Namun, kita jelas tidak akan melewatkan bersilaturahmi saat lebaran. Orang-orang yang mudik, tidak akan melewatkan momen untuk bertemu saudara dan kerabat yang sudah lama tidak bertemu. Bagi yang tidak mudik, mereka akan berkunjung ke rumah tetangga yang sama-sama tidak mudik.
Apa yang orang-orang bicarakan saat bertemu dengan orang?
Kemungkinan besar, mereka akan membicarakan orang yang lainnya. Ke rumah saudara A, nanti yang menjadi bahan obrolan adalah saudara B yang baru naik jabatan. Datang ke rumah saudara B, yang menjadi bahan obrolan orang C yang belum kunjung menikah. Datang ke rumah Si C, yang diobrolin saudara A yang suka ikut campur urusan orang. Begitulah sampai lebaran berikutnya.
Ini serius. Aku sering mengalami hal ini. Sebagai orang yang tinggal di tempat jauh. Aku menjadi tempat penampungan ceritanya. Nenek ini sedang sensi dengan nenek yang di sana. Nenek yang di sana bercerita tentang anaknya yang sedang berselisih paham dengan om yang di sini. Om yang di sini menceritakan tante yang di situ yang melakukan hal aneh.
Aku sering menceritakan apa yang aku dengar pada ayahku. Dan ayahku selalu heran kalau aku mendengar lebih banyak dari ayahku yang bertemu lebih sering dengan orang-orang yang aku ceritakan.
Menarik ya?
Padahal kan niatnya bersilaturahmi itu untuk bermaaf-maafan. Tapi setelah bermaaf-maafan orangnya diomongin lagi. Kayak yang percuma, ya?
Namun memang, bagian tersulit dari memaafkan adalah melupakan kesalahan. Bagian paling sulit dari meminta maaf adalah ikhlas mengakui kesalahan. Dan masalah manusia, memang pokok bahasan yang paling menarik.
Supaya silaturahmi tetap terjaga dengan baik, mungkin kita bisa mengganti topik pembicaraan. Kita bisa membicarakan cuaca, suasana kota, atau yang lainnya. Tapi mungkin jangan ngomongin politik kali yah? Takutnya malah jadi panas.