"Teh, habis ini mau kemana?" tanya Teh Nci, bidan di klinik tempatku bekerja, sambil melongokkan kepala ke ruang obat.
"Kemana?" tanyaku balik sambil sibuk membereskan obat. "Pulang donk ke rumah."
"Mau ngabuburit gak, Teh?" tanya Teh Nci lagi.
"Ngabuburit kemana?" tanyaku.
"Ke Situ Ciburuy," jawabnya.
Aku berfikir sebentar. Sebenarnya aku ingin pulang ke rumah kemudian tidur sampai azan magrib berkumandang. Namun ajakan untuk jalan-jalan ke Situ Ciburuy menarik perhatianku. Situ adalah kata dalam bahasa Sunda. Dalam bahasa Indonesia bisa dipadankan dengan kata danau. Walaupun lokasinya hanya di seberang rumah kontrakanku, aku sekalipun belum pernah bermain ke sana.
"Ayo, deh," jawabku.
Maka, setelah memastikan listrik mati dan pintu klinik terkunci rapat, aku membonceng motor Teh Nci menuju Situ Ciburuy.

Situ Ciburuy ini mengingatkanku pada danau Toba. Di tengah danau Ciburuy ini, terdapat sebuah daratan yang menyerupai pulau kecil. Tentu pulau ini jauh lebih kecil daripada pulau Samosir. Kan Situ Ciburuy juga tidak sebesar Danau Toba.
Aku agak terkejut ketika sampai di sana suasana tidak seramai yang aku bayangkan. Hanya ada beberapa orang yang sedang duduk-duduk di pinggir danau. Warung-warung di pinggir danau pun tidak ada yang buka. Perahu-perahu tersandar di pinggir danau tanpa terlihat pemiliknya. Aku melirik jam tangan. Pukul 5 sore. Sepertinya orang-orang sudah siap untuk berbuka puasa.