Deforestasi, atau penggundulan hutan, merupakan salah satu tantangan lingkungan yang paling mendesak di dunia saat ini. Proses ini tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga berkontribusi signifikan terhadap perubahan iklim global. Hutan memiliki peran penting dalam menyerap gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO2), dan mengonversinya menjadi oksigen melalui proses fotosintesis. Namun, ketika hutan ditebang, fungsi vital ini terganggu, yang berimplikasi pada pemanasan global. Berikut adalah berbagai aspek yang menjelaskan alasan deforestasi mengapa menyebabkan perubahan iklim, seperti peran hutan dalam menyerap gas rumah kaca, pelepasan karbon akibat deforestasi, kerusakan ekosistem, erosi tanah, hingga pentingnya hutan sebagai paru-paru dunia.
Peran Hutan dalam Mengabsorb Gas Rumah Kaca
Hutan berfungsi sebagai penyerap karbon dioksida yang sangat efektif. Melalui fotosintesis, pohon-pohon mengambil CO2 dari atmosfer dan mengubahnya menjadi glukosa dan oksigen. Proses ini tidak hanya membantu mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer, tetapi juga menyediakan oksigen yang diperlukan untuk kehidupan di Bumi. Menurut data dari Food and Agriculture Organization (FAO), hutan menyerap sekitar 2,6 miliar ton karbon dioksida setiap tahun. Namun, ketika hutan ditebang, kemampuan ini hilang, dan CO2 yang tersimpan dalam biomassa pohon dan tanah dilepaskan kembali ke atmosfer, memperburuk efek rumah kaca.
Pelepasan Karbon Akibat Deforestasi
Deforestasi menyebabkan pelepasan karbon yang tersimpan dalam pepohonan dan tanah ke atmosfer. Ketika pohon-pohon ditebang atau dibakar, karbon yang tersimpan dalam jaringan tanaman dilepaskan sebagai CO2. Menurut laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), deforestasi menyumbang sekitar 10-15% dari total emisi gas rumah kaca global. Selain itu, proses ini tidak hanya meningkatkan kadar gas rumah kaca, namun juga memperburuk efek rumah kaca, yang kemudian menimbulkan pemanasan global. Seiring dengan bertambahnya suhu global, dampak perubahan iklim seperti cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan perubahan pola curah hujan semakin nyata.
Kerusakan Ekosistem dan Habitat
Deforestasi juga berdampak negatif pada keanekaragaman hayati. Hutan adalah rumah bagi lebih dari 80% spesies darat di Bumi. Ketika hutan hilang, banyak spesies kehilangan habitatnya, yang dapat menyebabkan kepunahan. Menurut World Wildlife Fund (WWF), sekitar 1 juta spesies terancam punah akibat hilangnya habitat. Kerusakan ekosistem ini mengganggu siklus kehidupan dan mengurangi stabilitas ekosistem, yang pada gilirannya mengurangi kemampuan hutan untuk mengontrol pemanasan global. Ekosistem seimbang mengurangi perubahan iklim dengan memberikan pengaruh penyangga, tetapi ketika mereka terganggu, dampak negatifnya akan semakin parah.
Erosi Tanah dan Banjir
Deforestasi juga mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air. Akar pohon berfungsi untuk menahan tanah dan mencegah erosi. Ketika pohon-pohon ditebang, tanah menjadi rentan terhadap erosi, yang dapat menyebabkan tanah longsor dan banjir. Menurut data dari United Nations Environment Programme (UNEP), deforestasi dapat meningkatkan risiko banjir hingga 30%. Selain itu, hilangnya vegetasi mengganggu sistem drainase alami, yang dapat merusak infrastruktur lokal dan mengancam kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam.
Pentingnya Hutan sebagai Paru-Paru Dunia
Hutan seringkali disebut-sebut sebagai "paru-paru dunia" karena perannya yang sangat krusial dalam menyerap gas rumah kaca dan menghasilkan oksigen. Pohon mengambil CO2 dari atmosfer melalui fotosintesis, lalu merubahnya menjadi glukosa dan oksigen. Menurut data dari Food and Agriculture Organization (FAO), hutan di dunia ini menyerap 2,6 miliar ton karbondioksida setiap tahunnya. Proses ini tidak hanya membantu mengurangi konsentrasi CO2 di atmosfer tetapi juga menyediakan oksigen yang diperlukan untuk kehidupan di Bumi.
Hutan juga merupakan reservoir karbon yang penting. Karbon yang diserap oleh pohon-pohon tersebut tersimpan dalam biomassa mereka, termasuk batang, cabang, daun, dan akar. Selain itu, tanah hutan juga menyimpan karbon dalam bentuk bahan organik. Menurut laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), hutan menyimpan sekitar 289 gigaton karbon dioksida di seluruh dunia. Namun, ketika hutan ditebang atau dibakar, karbon yang tersimpan ini dilepaskan kembali ke atmosfir, yang berkontribusi pada pemanasan global.
Hilangnya hutan tidak hanya mengurangi kemampuan Bumi untuk menyerap CO2, tetapi juga mengganggu siklus air dan mempengaruhi iklim lokal. Hutan berperan dalam menjaga kelembapan tanah dan mengatur aliran air yang penting untuk pertanian dan ekosistem lainnya. Dengan hilangnya hutan, kita menghadapi risiko peningkatan suhu, perubahan pola curah hujan, dan lebih banyak kejadian cuaca ekstrem.
Komparasi dengan Kontributor Utama Pemanasan Global
Meskipun deforestasi adalah salah satu kontributor utama pemanasan global, penting untuk membandingkannya dengan emisi gas rumah kaca dari energi fosil. Menurut data dari Global Carbon Project, emisi dari energi fosil menyumbang sekitar 75% dari total emisi gas rumah kaca global. Ini menunjukkan bahwa meskipun deforestasi menyumbang sekitar 10-15% dari total emisi, dampak dari penggunaan energi fosil jauh lebih besar dan lebih mendesak untuk ditangani.
Emisi gas rumah kaca dari energi fosil disebabkan oleh pembakaran batu bara, minyak, dan gas alam untuk keperluan industri, transportasi, dan pembangkit listrik. Pada tahun 2021, emisi CO2 dari energi fosil mencapai sekitar 36,4 miliar ton, yang menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sementara itu, deforestasi tidak mencapai total dalam ukuran emisi, walau pun signifikan.
Namun, kedua masalah ini saling terkait. Deforestasi sering kali terjadi sebagai akibat dari kebutuhan untuk membuka lahan bagi pertanian, peternakan, dan eksploitasi sumber daya alam lainnya, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan akan energi fosil. Misalnya, lahan yang dibuka untuk pertanian sering kali membutuhkan energi untuk pengolahan dan transportasi, yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, upaya untuk mengatasi deforestasi dan mengurangi emisi dari energi fosil harus dilakukan secara bersamaan untuk mencapai hasil yang lebih efektif dalam memerangi perubahan iklim.
Dengan memahami kontribusi masing-masing faktor terhadap perubahan iklim, kita dapat menentukan prioritas perlindungan lingkungan yang tepat. Mengurangi emisi gas rumah kaca dari energi fosil harus menjadi fokus utama, mengingat kontribusinya yang jauh lebih besar terhadap pemanasan global. Namun, ini tidak berarti bahwa deforestasi dapat diabaikan. Melindungi hutan dan mempromosikan praktik pengelolaan hutan yang berkelanjutan juga sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mengurangi emisi karbon. Kombinasi dari mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan melindungi hutan akan memberikan dampak yang lebih besar dalam memerangi perubahan iklim. Misalnya, investasi dalam energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin dapat mengurangi kebutuhan akan energi fosil, sementara program reforestasi dan perlindungan hutan dapat membantu menyerap CO2 dari atmosfer.
Sebab deforestasi memiliki dampak yang signifikan terhadap perubahan iklim global. Ketika hutan ditebang, karbon dioksida yang tersimpan dalam pohon dilepaskan ke atmosfer, meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca. Selain itu, hilangnya hutan mengganggu siklus air dan mengurangi kemampuan bumi untuk menyerap air, yang dapat menyebabkan perubahan pola cuaca ekstrem. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami bahwa menjaga kelestarian hutan bukan hanya tentang melindungi keanekaragaman hayati, tetapi juga tentang menjaga keseimbangan iklim yang vital bagi kehidupan di planet ini. Upaya konservasi dan reboisasi harus menjadi prioritas untuk mengurangi dampak negatif deforestasi dan memastikan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI