Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Membantu lebih berkembang serta kemajuan yang selain untuk diri sendiri tetapi juga terhadap negara juga yang menambah warganya lebih berkualitas. Namun pada kenyataannya di Indonesia sendiri pendidikan di Indonesia belum mencapai angka sempurna.Â
Terbukti dalam publikasi tahunan yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu "Statistik Pendidikan 2022" yang menyajikan data mengenai jumlah sekolah, tenaga pendidik, peserta pendidik, sarana dan prasarana pendidikan, serta jumlah penduduk yang mengenyam pendidikan. BPS mengatakan bahwa mayoritas penduduk di Indonesia pada umur 15 tahun keatas telah mencapai wajib belajar selama 9 tahun (62,68 persen). Pada tahun 2022 kemarin, total penduduk yang tamat SMP/Sederajat 22,56 persen, tamat SMA/Sederajat 29,97 persen, sedangkan tamat Perguruan Tinggi hanya sebesar 10,15 persen, sisanya tamat SD/Sederajat ke bawah. Hal ini membuktikan bahwa hanya sebagian kecil penduduk Indonesia yang ada dibangku perguruan tinggi.Â
Di beberapa daerah kecil maupun besar sering adanya kesenjangan antara seseorang yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi dan tidak. Adanya kesenjangan tersebut kerap kali dirasakan oleh mahasiswa maupun non mahasiswa di sekitar lingkungan mereka.Â
"Untuk secara pribadi dan langsung saat ini belum pernah merasakan, cuman emang beberapa kali sering dengeri di sosial media sih, kaya misalnya orang-orang yang gak kuliah, ga ngelanjutin kuliah tuh kadang dianggep ngga sekompeten orang-orang yang lanjut kuliah," ucap Anita salah satu mahasiswa di Universitas Pembangunan Veteran Jakarta (19/06/2023).
Perbedaan diantara keduanya pun tidak dapat diukur dari sebagian orang saja karena sebenarnya seseorang yang melanjutkan pada jenjang perkuliahan atau tidak pun sama-sama memiliki kesempatan untuk memiliki masa depan lebih maju.
"Untuk perbedaan yang berkuliah atau tidak mungkin dalam kegiatan sehari-harinya, seperti yang berkuliah mungkin lebih intens belajar dan mendapat pengetahuan baru, sedangkan jika yang tidak kuliah tidak produktif untuk sehari-hari dalam mendapatkan pelajaran atau pengetahuan baru." kata Fahriza salah satu warga Bogor yang belum sempat melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan (19/06/2023).
Namun dengan perkembangan dan era digitalisasi saat ini pengetahuan maupun materi dan pengalaman bisa dicari dan dikembangan kapan saja. Akan tetapi terkadang tetap saja sebagian orang menatap dan menilai rendah orang-orang yang tidak melanjutkan perkuliahan. Hal ini seringkali dianggap sebagai diskriminasi yang kurang baik jika tidak ada yang mengubah persepsi ini dan berakibat di masa yang akan datang nantinya.
 "Mengenai diskriminasi pada orang yang tidak melanjutkan ke jenjang perkuliahan itu bukan sesuatu hal yang bisa kita tolerir, karena ada beberapa hal yang menjadi pilihan dan pertimbangan. Mungkin karena ingin mendapatkan uang terlebih dahulu, dan hal-hal kaya gitu gak perlu diperdebatkan karena setiap manusia punya pilihan masing-masing," ungkap Anita yang menentang adanya diskriminasi tersebut (19/06/23).
Selain itu salah satu masyarakat pun setuju mengenai diskriminasi yang seringkali terjadi karena seseorang yang hanya lulusan SMA/Sederajat saja. "Jika adanya perlakukan perbedaan seperti itu akan menghambat perkembangan atau semangat orang tersebut," jelas Fahriza (19/06/23).Â
Dalam hal ini diharapkan seluruh masyarakat Indonesia bekerja sama untuk menghilangkan adanya diskriminasi maupun kesenjangan yang ada di dalam lingkungannya agar terhapuskan persepsi bahwa yang berpendidikan tinggi atau tidak sama-sama memiliki peluang yang besar dalam kehidupan maupun karirnya.Â